Jurnal BISI

TUGAS ARTIKEL MATA KULIAH FILSAFAT BAHASA
FILSAFAT DAN BAHASA DALAM STRUKTURALISME
Ditulis Oleh:
Devi Wahyu Utami, Indah Melati dan Puput Putri S. PBSI VI B
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu kata “philos” dan “shopia”. Philos artinya cinta yang mendalam dan shopia berarti kearifan atau kebijaksanaan. Jadi arti filsafat secara harfiah adalah cinta yang sangat mendalam terhadap kearifan atau kebijaksanaan. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk
berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Strukturalisme  dapat di definisikan juga sebagai salah satu pandang yang menekankan pada persepsi dan deskripsi tentang struktur yang mencakup keutuhan, transformasi, dan pengaturaan diri..
Beberapa tokoh penting dalam strukturalisme yang layak disebutkan , ialah Ferdinand de Saussuure (1887-1913), Levi-Strause(1949), Louis Althusser (lahir 1918), Noam Chonsky(lahir 1926), dari amerika serikat Roland Barthes, Jaques Derrida, Jakobsen, dan Julia Kristeva. Dalam artikel ini penulis membahas filsafat dan bahasa dalam struturalisme, yang pembahasannya mengarah pada tokoh tersebut.
  1. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana filsafat dan bahasa dalam struturalisme?
  1. Tujuan
1.      Mengetahui filsafat dan bahasa dalam struturalisme.

KAJIAN TEORI
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu kata “philos” dan “shopia”. Philos artinya cinta yang mendalam dan shopia berarti kearifan atau kebijaksanaan. Jadi arti filsafat secara harfiah adalah cinta yang sangat mendalam terhadap kearifan atau kebijaksanaan. Menurut Harold tisus filsafat dapat diartiak sebagai suatu pendirian hidup dan juga disebut pandangan hidup. Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar.
Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana komunikasi serta sebagai sarana intregasi dan adaptasi.
Pengertian bahasa sebagai suatu sistem semacam itulah yang menjadi landasan atas dasar bagi pengertian ‘strukktur”. Pemakaian kata struktur dalam strukturalisme adalah senantiasa disertai oleh seluruh konteks distingsi-distingsi, language, parole, dan langue. Serta significant, dan signifie, dan juga singkroni dan diagroni sebagaimana akan di uraikan. Langue adalah bagian sosial dari langage, berada di luar individu, yang secara mandiri tidak mungkin menciptakan ataupun mengubahnya. Langue hanya hadir sebagai hasil semacam kontrak dimasa yang yang lalu di antara para anggota masyarakat. Langue merupakan sesuatu yang berbeda dari seorang manusia yang dikucilkan dari penggunaan prole, yang menyimpan langue, asal ia memahami lambing-lambang bunyi yang didengarkan. Langue berbeda dengan parole, merupakan objek yang dapat di teliti secara terpisah. Parole adalah realisasi yang individu atas sistem dalam contoh-contoh bahasa yang nyata.
Kata “struktur” sendiri bisa diartikan sebagai kaitan-kaitan yang tetap dan teratur antara kelompok-kelompok gejala. Sedangkan kata “strujturalisme” sering diartikan sebagai salah satu gerakan pemikiran atau metodologi sains yang memberikan implikasi idiologi. Yang dimaksud dengan idiologi disini ialah suatu pandangan dunia yang menilai segala sesuatu atas dasar beberapa prinsif yang diterima begitu saja.
Berdasarkan uraian tersebut, strukturalisme  dapat di definisikan juga sebagai salah satu pandang yang menekankan pada persepsi dan deskripsi tentang struktur yang mencakup keutuhan, transformasi, dan pengaturaan diri.

PEMBAHASAN
FILSAFAT DAN BAHASA DALAM STRUKTURALISME
Ferdinand Morgin de Saussure menjelaskan bahwa bahasa pada dasarnya merupakan suatu sistem yang saling berkait satu sama lain. Pengertian bahasa sebagai suatu sistem semacam itulah yang menjadi landasan atas dasar bagi pengertian ‘strukktur”. Pemakaian kata struktur dalam strukturalisme adalah senantiasa disertai oleh seluruh konteks distingsi-distingsi, language, parole, dan langue. Serta significant, dan signifie, dan juga singkroni dan diagroni sebagaimana akan di uraikan. Langue adalah bagian sosial dari langage, berada di luar individu, yang secara mandiri tidak mungkin menciptakan ataupun mengubahnya. Langue hanya hadir sebagai hasil semacam kontrak dimasa yang yang lalu di antara para anggota masyarakat. Langue merupakan sesuatu yang berbeda dari seorang manusia yang dikucilkan dari penggunaan prole, yang menyimpan langue, asal ia memahami lambing-lambang bunyi yang didengarkan. Langue berbeda dengan parole, merupakan objek yang dapat di teliti secara terpisah. Parole adalah realisasi yang individu atas sistem dalam contoh-contoh bahasa yang nyata. Dengan kata lain, parole adalah suatu aktivitas individu dari kemampuan dan kecerdasan dan dalam aktivitas ini perlu dibedakan: 1) kombinasi-kombinasi bahasa yang dipergunakan penutur untuk mengungkapkan gagasan pribadinya; 2) mekanisme fsikis-fsikis yang memungkinkan dia mengungkapkan kombinasi-kombinasi tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, maka langue dalam arti lain, adalah bahasa sejauh merupakan milik bersama dari suatu golongan bahasa tertentu. Sedangkan parole adalah pemakaian bahasa yang individu, ujaran, sapaan seorang, yaitu apa yang diucapkan dan apa yang didengar oleh piahk penanggap ujaran.
Dari seluruh pandangan Saussurian ada dua implikasi penting, tapi baru di garap secara besar-besaran pleh para pemikir dan praktisi dekonstruksi yang dijuluki sebagai kaum posstrukturalisme dan posmodermisme.
Pertama, relasi antara realitas antara objektif dan bahasa yang mempresentasikannya tidak dapat diilmiahkan. Yang dapat diilmiahkan hanya relasi structural antara pennda dan petanda, atau antara le signifian dan le signifie.
Kedua, makna tidak pernah ditentukan oleh agen (pengguna bahasa) seperti dalam Wittgenstein II. Makna ditentukan oleh sistem (strujtur-struktur) bahasa itu sendiri. sedangkan sistem itu tidak pernah mati, karena dasar relasinya bersifat semena-mena.karena itu makna suatu teks senantiasa bersifat terbuka, plural, penuh kemungkinan, dan diluar kendali agen atau subjek tertentu. Pandangan ini bertentangan dengan logika modern, logika sains, dan merupakan musuh kapitalisme dalam pembangunan.
Calaudi Levi-Strauss meyakini bahwa analisis kebudayaan (bahkan analisi kehidupan sosial, termasuk seni dan agama) dapat dilaksakan dengan menggunakan analisis bahasa sebagai model.
Seperti juga dalam “lingustik”, Levi strauss menerapkan metode sinkronik  dalam upaya mengidentifikasi unsur-unsur yang sekali pandang merupakan kumpulan yang tak beraturan (Saussure: parole).
Secara implisit uraian tersebut menyediakan beberapa kesimpulan. Pertama, bahasa dalam pandangan Levi-Strauss adalah sama dengan pandangan de Saussure, yaitu sebagai suatu sistem yang memiliki keterkaitan satu sam lain dan tidak ada pengaruh dari luar. Kedua, karena bahasa sebagai suatu sistem maka dalam penyelidikan bahasa harus menggunakan dua metode, yaitu sinkronik dan diakronik. Ketiga, karena kebudayaan analog dengan bahasa yaitu sebagai suatu sistem tanda, maka sistem itu harus dipelajri secara sinkronik dan diakronik, dan yang harus didahulukan adalah sinkronik sebelum menyelami masalah-masalah diakronik. Keempat, hukum-hukum linguistik memperlihatkan suatu taraf tak sabar, dan kebudayaan dapat disamakan dengan bahasa maka dalam sistem kekerabatan pun berlaku semacam itu.
Kesadaran manusia tidak dipandang sebagai pusat manusia yang mutlak dan otonom. Manusia seakan tergeser dari pusatnya. Freud menytakan: “manusia tidak lagi tuan dan penguasa dalam rumahnya sendiri.” dengan menyelami ketidaksadaran, teori Freud telah memperlihatkan kepada manusia suatu lapisan yang lebih mendalam yang tidak terduga sebelumnya, suatu taraf tak sadar serta anonym.
Ketidaksadara ialah bagia dari percakapan transividual yang hilang dalam disposisi subjek sehingga dia tidak sanggup mempertahankan kontinietas dari percakapan yang sadar.
Beberapa distingsi yang memperjelas pikiran filosofis dan linguistic dari Naom Chomsky adalah competence, performance, deep structure, surface structure, ditambah dengan istilah lainnya, yaitu Igenerative dan grammar. Dua kunci tujuan filosofis Naom Chomsky adalah generative dan grammar.
Generative mengandung dua makna, yaitu: pertama, menuju kepada pengertian prodoktivitas dan kreativitas bahasa. Seperangkat kaidah atau pernyataan mana pun yang memberikan kemungkinan untuk menganalisis bahasa atau struktur dari sejumlah besar kalimat yang tak terbatasdapat disebut generative. Kedua, generative mengandung keformalan dan eksplisif. Dari sudut pandang ini dapat dikatakan bahwa secara tepat kombinasi unsur-unsur dasar (fonem, mofem, kata) yang di izinkan dan tepat(well-formed).
Baginya grammar itu haruslah menghasilkan semua kalimat-kalimat gramatika yang mungkin ada dalam bahasa. Artinya, kalimat itu tak terhigga jumlahnya. Dengan demikian, kalimat haruslah tersusun sedemikian rupa, hingga dengan berpatok pada pola dan aturan yang ada dalam gramatika itu, bisa disusun kalimat apapun yang mungkin ada dan tentunya gramatika dalam bahasa tertentu.
Strukturalisme tidak hanya berpengaruh atas stadi antropologi, pisikologi dan linguistic, tapi juaga berpengaruh besar terhadap sastra. Oleh kelompok yang menamakan diri “ formalism” dasar-dasar linguistik strukturalisme saussurian dikembangkan untuk analisis sastra.
Menurut mereka seni hanyalah alat. Bahasa sastra sangat ditentukan oleh seni. Dalam pandangan mereka sifat bahasa sastra timbul dengan menyusun dan mengubah bahannya yang bersifat netral. Mereka memperlakukan kesusastraan sebagai satu pemakaian bahasa yang khas yang mencapai perwujudannya lewat deviasi dan distorasi dari bahasa praktis. Bahasa praktis digunakan untuk komonikasi, sedangkan bahasa sastra tidak mempunyai fungsi praktis sama dan benar-benar membuat kita melihatnya secara berbeda.
Semiotika yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda dan lambing-lambang, sistem-sistem lambiang dan proses perlambangan. Terhadap ilmu ini strukturalisme memberikan dasar-dasar bangunan yang kokoh.

Sebenarnya persoalan tanda dan fungsi tanda sudah lama dibicarakan, bahkan semenjak zaman yunanikuno dulu.akan tetapi secara formal, semiotika diprkenalkan pada abat ke-18 oleh filosofi jerman yang bernama lambert. Selanjutnya semiotika menempati posisi mapan dalam khazanah ilmu pada abat ke-20, dimana logosintrisme menempati posisi penting dalam filsafat. Dari sekian banyak tokoh yang sering disebut sebagai tokoh utama semiotika modern adalah Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Carles Sandres Peirce (1839-19140.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KUPU-KUPU KESEPIAN

KEMARAU MERANGGAS

ARTI SEBUAH PERSAHABATAN