KESANTUNAN BERBAHASA NOVIARISKA, S.Pd



 KESANTUNAN BERBAHASA
Kesantunan (politiness) adalah hal yang memperlihatkan kesadaran akan martabat orang lain (Kridalaksana, 2011:119). Prinsip kesantunan menurut Leech (1993) menyangkut hubungan antara peserta komunikasi, yaitu penutur dan mitra tutur. Mereka menggunakan strategi dalam mengajarkan suatu tuturan dengan tujuan agar kalimat yang dituturkan santun tanpa menyinggung pendengar. Prinsip kesantunan adalah peraturan dalam percakapan yang mengatur penutur (penyapa) dan petutur (pesapa) untuk memperhatikan sopan santun dalam percakapan.

Hakikatnya kesantunan berbahasa merupakan etika dalam bersosialisasi di masyarakat dengan penggunaan dan pemilihan kata yang baik harus memperhatikan konteks dan situasi dengan tujuan berbicara yang santun. Secara umum, santun merupakan suatu yang lazim dapat diterima oleh khalayak umum. Santun tidak santun bukan makna absolut sebuah bentuk bahasa. Karena itu tidak ada kalimat yang secara inheren santun atau tidak santun, yang menentukan kesantunan bentuk bahasa ditambah konteks ujaran hubungan antara penutur dan mitra tutur. Oleh karena itu, situasi merupakan varibel penting dalam kesantunan.
Kesantunan dalam berbahasa ditentukan pada suatu ujaran atau tuturan yang diungkapkan oleh penutur yang dimaksudkan sebagai ujaran yang santun dan dianggap santun juga oleh mitra tutur sebagai pendengar ujaran. Sehingga kesantunan itu dikaitkan dengan hak dan kewajiban penyerta interaksi.
Leech (1993:25) mengkaji kesantunan berbahasa dari maksim percakapan tokohnya. Maksim adalah kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual, kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Selain itu maksim juga disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan. Maksim tersebut menganjurkan agar penutur mengungkapkan keyakinan-keyakinan dengan sopan dan menghindari ujaran yang tidak sopan.
 PRINSIP KESANTUNAN

            Di dalam  model kesantunan Leech (dalam Chaer, 2010:66-69) setiap maksim interpersonal itu dapat dimanfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan dengan menitikberatkan skala kesantunan atas dasar nosi:
a.       Skala untung-rugi, skala yang menrujuk pada biaya/cost dan keuntungan/benefit besar kecilnya keuntungan kerugian yang diakibatkan oleh tindak tutur pada pertuturan.
b.      Skala pilihan, skala yang merujuk urutan ilokusi-ilokusi menurut jumlah pilihan yang diberikan oleh penutur kepada mitra tutur.
c.       Skala ketaklangsungan, menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsung sebuah tuturan dari sudut pandang penutur. Skala ini mengurut ilokusi-ilokusi menurut panjang jalan yang menghubungan tindak ilokusi dengan tujuan ilokusi, sesuai dengan analisis cara-tujuan.
d.      Skala keotoritasan, merujuk pada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam suatu pertuturan
e.       Skala jarak sosial, merujuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan.

Kelima skala pengukur kesantunan berbahasa tersebut didasarkan pada setiap maksim interpersonlnya. Dari pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa; skala untung-rugi digunakan untuk menghitung biaya dan keuntungan untuk melakukan tindakan dalam kaitannya dengan penutur dan lawan tutur. Maksudnya, jika tuturan itu semakin merugikan penutur maka dianggap semakin santun tuturan tersebut. Namun, jika dilihat dari pihak lawan tutur, tuturan itu dianggap tidak santun. Sebaliknya jika tuturan  itu semakin merugikan lawan tutur, maka tuturan itu dianggap semakin santun; skala pilihan mengacu pada pilihan yang disampaikan penutur kepada lawan tutur di dalam kegiatan bertutur, semakin banyak pilihan dan keleluasaan pertuturan, dianggap semakin santun tuturan tersebut. Sebaliknya, jika tuturan tersebut tidak memberikan kemungkinan atau sedikit pilihan bagi penutur dan lawan tutur, maka tuturan tersebut dianggap tidak santun; skala ketaklangsungan sebuah tuturan akan mempengaruhi nilai kesantunan. Semakin tuturan tersebut bersifat langsung akan dianggap tidak santun, sebaliknya apabila semakin tidak langsung maksud sebuah tuturan akan dianggap semakin santun; skala otoritasan mengacu pada jauh dekat jarak peringkat sosial. Semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dan lawan tutur maka tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin santun, sebaliknya semakin dekat jarak perangkat sosial diantara keduannya maka akan cenderung semakin berkurang peringkat kesantunan tuturan tersebut; skala jarak sosial mengacu pada hubungan sosial diantara penutur dan lawan tutur, semakin dekat hubungan sosial diantara keduannya akan cenderung kurang santun, sebaliknya semakin jauh hubungan sosial diantara keduannya, maka akan semakin santun tuturan tersebut. Dengan kata lain, tingkat keakraban hubungan antara penutur dan lawan tutur sangat menentukan peringkat kesantunan tuturan yang digunakan.
Leech (1993:06-207) sendiri mendefinisikan prinsip kesantunan yaitu dengan meminimalkan ungkapan yang kita yakini tidak santun. Kesantunan didasarkan pada maksim percakapan yang akan berkontribusi terhadap strategi komunikasi yang santun, antara lain maksim kebijaksanaan (Tact Maxim), penerimaan (Generosity), kemurahan (Approbation), kerendahan hati (Modesty), kesetujuan (Agreement0, dan kesimpatian (Sympathy): a. maksim kebijaksanaan menggariskan bahwa setiap peserta pertuturan harus meminimalan kerugian orang lain, atau memaksimalkan keuntungan orang lain; b. maksim penerimaan menghendaki setiap pertuturan untuk memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri dan meminimalkan keuntungan diri sendiri; c. maksim kemurahan menuntut setiap pertuturan untuk meminimalkan rasa tidak hormat/cacian pada orang lain dan memaksimalkan rasa hormat/pujian pada orang lain; d. maksim kerendahan hati menuntut setiap peserta pertuturan meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri dan memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri; e.maksim kesetujuan menghendaki agar setiap peserta pertuturan untuk meminimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dengan orang lain dan memaksimalkan kesetujuan antara diri sendiri dengan orang lain; f. maksim simpati mengharuskan semua peserta pertuturan untuk meminimalkan antipati antara diri sendiri dengan orang lain dan memaksimalkan simpati antara diri sendiri dengan orang lain.
Sebagai kesimpulan terhadap teori prinsip kesantunan dari Leech, Chaer (2010:61) menyatakan bahwa:
a)      Maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kemurahan hati, dan maksim kerendahan hati adalah maksim yang berhubungan dengan keuntungan atau kerugian diri sendiri dan orang lain.
b)      Maksim kesetujuan dan maksim kesimpatian adalah maksim yang berhubungan dengan penilaian baik atau buruknya penutur terhadap dirinya sendiri atau orang lain.
c)      Maksim kebijaksanaan dan maksim kemurahan hati adalah maksim yang berpusat pada orang lain (other centered maxim).
d)      Maksim penerimaan dan kerendahan hati adalah maksim yang berpusat pada diri sendiri (self centered maxim).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KUPU-KUPU KESEPIAN

KEMARAU MERANGGAS

ARTI SEBUAH PERSAHABATAN