ARTIKEL PEMEROLEHAN BAHASA
ARTIKEL PEMEROLEHAN BAHASA
ERWINA, KUSUMA PRABAWATI, NIKE KARUNIA WIDYASARI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN PGRI PACITAN
2013
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Pemerolehan bahasa
merupakan suatu proses seseorang memperoleh bahasa dalam hidupnya untuk
berkomunikasi. Pemerolehan bahsa pada anak usia dini dipengaruhi oleh bahasa
yang dimiliki orang tua atau yang lebih dikenal dengan bahasa ibu dan
lingkungan sekitar. Biasanya orang pertama yang mengajarkan bahasa pada anak
adalah seorang ibu, hal tersebut sangat berpengaruh pada perkembangan sang
anak, karena dari waktu ke waktu seorang anak selalu tumbuh dan berkembang,
yang perkembangannya tersebut tidak lepas dari peran orang-orang disekitarnya
terutama keluarga, karena keluarga senantiasa mengajak berinteraksi dan
memberikan stimulus yang kemudian direspon oleh sang anak.
2. Rumusan Masalah
1)
Apa yang di maksud dengan teori belajar
bahasa?
2)
Bagaimana pemerolehan bahasa dalam
bidang sintaksis?
3)
Bagaimana pemerolehan bahasa dalam
bidang leksikal?
B.
KAJIAN
TEORI
Penulisan artikel
pemerolehan bahasa pada anak ini menggunakan teori generatif kognitivisme.
Teori generatif ada dua yaitu Nativisme dan Kognitivisme. Teori generatif
nativisme beranggapan bahwa anak dilahirkan dengan membawa kemampuan berbahasa
yang dimilikinya yang disebut Language Acquisition Device (LAD) berhubungan
dengan genetik. Sedangkan generatif kognitivisme yakni kemampuan berbahasa
seseorang berasal dan diperoleh sebagai akibat dari kematangan kognitif sang
anak artinya semakin matang pikiran sang anak semakin meningkat kemampuan
bahasanya. Teori generatif kognitivisme menurut Piage dalam Ahmad Rifa’i
(2011:25) perkembangan kognitif anak dalam proses belajar bahasa terdapat empat
tahapan yaitu:
1.
Skema, menggambarkan tindakan mental dan
fisik dalam mengetahui dan memahami objek. Skema merupakan kategori
penegetahuan dalam kehidupan manusia yang dimulai dari pengalaman mengalami
sesuatu, yang selanjutnya akan diproses diotak yangs elanjutnya akan
dimodifikasi, ditambahkan, sehingga akan mengubah skema dalam pikiran seseorang
yang dahulu. Contoh: seorang anak balita diajak melihat anak sapi maka yang
disimpan dalam memorynya adalah bahwa sapi itu kecil, dengan kematangan
kognitif sang anak nantinya anak akan mengerti bahwa sapi ada yang kecil dan
ada yang besar atau ada anak sapi dan ada induk sapi.
2.
Asimilasi, proses memasukkan informasi kedalam
skema yang telah dimiliki seseorang. Proses ini agak bersifat subyektif
disebabkan seseorang cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang agak
atau sesuai dengan keyakinan yang dimilikinya, dengan menggunakan contoh
diatas, dalam otak anak akan terjadi asimilasi sehingga jika melihat hewan
seperti sapi maka didalam otaknya terdapat skema sapi.
3.
Akomodasi, suatu proses pengubahan skema
yang telah dimiliki oleh seorang anak dengan memperoleh informasi baru. Terjadi
perubahan skema atau gagasan yang telah dimiliki dengan informasi terbaru atau
pengalaman baru yang akan terus dikembangkan selama proses akomodasi.
4.
Equilibrum, setiap anak mengalami dan
mencoba untuk memperoleh keseimbangan antara proses asimilasi dan akomodasi
dengan cara menerapkan equilibrum. Anak akan mengalami kemajuan dalam kemampuan
bahasa karena mengalami perkembangan kognitif maka sangat penting untuk
mempertahankan kemampuan sebelumnya, yaitu hasil dari proses asimilasi dan akan
merubah perilaku atau peningkatan kemampuan bahasa anak sebagai akibat dari
proses akomodasi, Piaget dalam Ahmad Rifa’i (2011:25)
C.
PEMBAHASAN
Pemerolehan bahasa pada
anak balita ini menggunakan teori generatif kognitivisme. Teori generatif
kognitivisme yakni kemampuan berbahasa seseorang berasal dan diperoleh sebagai
akibat dari kematangan kognitif sang anak artinya semakin matang pikiran sang
anak semakin meningkat kemampuan bahasanya. Teori generatif kognitivisme
menurut Piage dalam Ahmad Rifa’i (2011:25) perkembangan kognitif anak dalam
proses belajar bahasa terdapat empat tahapan yaitu skema, asimilasi, akomodasi
dan equilibrum seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Kali ini akan diteliti
tiga orang anak balita dengan usia yang berbeda dengan menggunakan teori
generatif kognitivisme, penelitian ini diambil pada tanggal 01 April 2014, berikut
data-datanya:
1.
Nama Anak : Zio Jhidan Al Hakim
Tanggal
Lahir : 06 Agustus 2013
Usia : 1,5 tahun
Dengan
jangka waktu penelitian 1 minggu.
- Pada
penelitian pertama Zio sedikit demi sedikit sudah bisa mengucapkan satu kata
lengkap yaitu “mimik” yang artinya minum, dan ketika ibunya mengajarkan satu
kata lengkap misalnya “mandi” ia hanya mengucapkan kata terakhir “di” untuk
mengucapkan satu kata yang sulit ia masih benar-benar kesulitan.
- Pada
penelitian kedua Zio sudah bisa merespon lagu, misalnya diputarkan musik, ia
mendengarkan dengan serius dan sedikit-sedikit mengoceh “na na na”.
- Pada
penelitian ketiga Zio sudah bisa merespon lagu tidak hanya sekedar mengoceh ‘na
na na” tapi juga mulai menggoyang-goyangkan badannya.
2.
Nama Anak : Danish Cahyaning Tyas
Tanggal
Lahir : 11 Juli 2013
Usia : 8 bulan
Dengan
jangka waktu penelitian 1 minggu.
- Pada
penelitian pertama Tyas masih memiliki kebiasaan mengoceh sebisanya seperti “ta
ta ta” dan terlihat seperti berusaha merangkak.
- Pada
penelitian kedua Tyas menunjukkan perkembangan sedikit yaitu dalam gerakannya,
berusaha merangkak dan duduk walau belum sempurna.
- Pada
penelitian ketiga Tyas masih pada proses akan merangkak seperti biasanya,
tetapi kali ini ia sudah bisa mengikuti gerakan tepuk tangan jika dinyanyikan
lagu “pok ame ame”
3.
Nama Anak : Muhammad Zidney Adam
Tanggal
Lahir : 17 Februari 2013
Usia : 1,2 tahun
Dengan
jangka waktu penelitian 1 minggu.
- Pada
penelitian pertama Zidney memang sudah bisa mengucapkan satu kata lengkap seperti
“mama”, dan beberapa kata yang belum lengkap seperti “mum” yang berarti minum,
“di” yang berarti mandi, “hao” yang berarti hallo, dll.
- Pada
penelitian kedua saat orang tuanya menelpon menggunakan telepon genggam Zidney
selalu ingin memegangnya dan berpura-pura menelpon dengan cara mengoceh
sendiri.
- Pada
penelitian ketiga saat telepon genggam ibunya berdering dia sudah mengerti
bahwa ada telepon, dia tempelkan ke telinganya sambil mengoceh “hao hao hao”
yang berarti hallo secara berulang-ulang.
Dengan melihat data
diatas, diambil satu contoh yaitu pemerolehan bahasa pada anak balita yang
bernama Zio Jhidan Al Hakim untuk dikaji menggunakan teori generatif
kognitivisme. Dalam prosesnya perkembangan Zio melalui 4 tahapan seperti yang
ada dalam teori generatif kognitivisme yaitu:
1)
Skema, pada proses ini diambil saat Zio
diputarkan lagu anak-anak oleh ibunya, dia mendengarkan musik dan mengoceh
seakan menirukan nyanyiannya, seperti “na na na”. Ini merupakan pengalaman Zio
dengan lagu yang kemudian akan diproses diotak dan dimodifikasi serta
ditambahkan.
2)
Asimilasi, pada proses ini Zio
memasukkan informasi/pengalamannya tentang lagu, sehingga jika ada lagu, entah
itu lagu anak-anak atau bukan dia akan terbiasa menirukan seakan-akan dia
menyanyikan lagu itu, dengan mengoceh sebisanya, seperti “na na na” tadi.
3)
Akomodasi, pada proses ini Zio mengubah
skema yang telah dimiliki dengan memperoleh informasi. Seperti saat ada lagu
sebelumnya dia hanya menirukan nyanyiannya, tapi ketika di televisi dia melihat
acara musik yaitu lagu beserta gerakan tubuh, akhirnya dia sekarang tidak hanya
menyanyi tapi juga menggoyang-goyangkan badannya.
4)
Equilibrum, Zio akan mengalami kemajuan
dalam kemampuan bahasa karena mengalami perkembangan kognitif maka sangat
penting untuk mempertahankan kemampuan sebelumnya, yaitu hasil dari proses
asimilasi dan akan merubah perilaku atau peningkatan kemampuan bahasa anak
sebagai akibat dari proses akomodasi.
1.
Teori Belajar Bahasa
Teori belajar bahasa
merupakan teori yang mempelajari
gagasan, ide, konsep dan prinsip belajar bahasa (mendengarkan-berbicara),
(membaca-menulis) yang bersifat teoritis dan telah diuji kebenarannya. Menurut
Harlock 1980, teori belajar bahasa sama dengan teori pemerolehan bahasa,
khususnya mempelajari kemampuan anak dalam mendengar-berbicara pada anak 0-4
tahun, yang disebut tahap enaktif menurut Bruner dalam Ahmad Rifa’i (2010: 32).
2.
Pemerolehan Bahasa dalam Bidang
Sintaksis
Anak memulai berbahasa
dengan mengucapkan satu kata atau sebagian kata. Kata bagi anak adalah sebuah
kalimat, biasanya anak akan mengambil kata terakhir dalam suatu kalimat karena
dia belum mampu mengatakan lebih dari satu kata. Dalam pola pikir anak yang
masih sederhana tampaknya sudah memiliki pengetahuan tentang informasi lama dan
baru. Kalimat diucapkan untuk memberikan informasi baru kepada pendengarnya,
disebut USK (Ujaran Satu Kata atau One Word Utterance) dimana anak tidak
sembarangan saja memilih kata yang memberikan informasi terbaru. Dari segi
sintaksis USK sangatlah sederhana karena hanya terdiri dari satu kata, bahkan
hanya bagian dari satu kata, namun maknanya komplek lebih dari satu makna.
Contoh: Zidney mengatakan “di” untuk mandi yang bisa saja bermaksud:
- Ma,
Zidney mau mandi
- Ma,
Zidney tidak mau mandi
- Ma,
kapan Zidney mandi?
- Dll.
3.
Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Leksikal
Tangis dan gestur (gerakan tangan, kaki,
mata, mulut, senyum, tangis, juluran tangan sebenarnya sebuah kalimat yang
protodeklaratif dan protoimperkatif (Gleason dan Ratner 1998:358). Pemerolehan
bahasa dalam bidang leksikal pada anak Indonesia yaitu memakai bentuk yang
dapat dinamakan kata agak belakangan karena memiliki kemiripan fonetik orang
dewasa, serta korelasi yang tetap antara bentuk dan makna. Seperti yang
diucapkan Zidney “di” yang berarti mandi. Anak Indonesia lebih lambat dalam
pemerolehan katanya, karena anak Indonesia harus menganalisis secara mental
terlebih dahulu dari dua, tiga atau empat sukukata, mana yang diambil dan mudah
untuk diucapkan, ternyata yang diambil adalah sukukata terakhir, Contoh: Mandi
/di/, papa /pa/, sepeda /da/, dl.
D.
SIMPULAN
Dari yang telah
diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa proses pemerolehan bahasa pada anak
balita dengan menggunakan teori generatif kognitivisme yaitu bahwa anak dalam
perkembangannya mengalami kemampuan yang terus meningkat seiring dengan
kematangan kognitif anak tersebut. Ternyata dalam proses pemerolehan bahasa
pada anak Indonesia agak lambat karena anak Indonesia harus menganalisis secara
mental dulu agar dapat menentukan sukukata mana yang akan diambil dan
diucapkan.
E.
DAFTAR
PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar