PERANAN BAHASA IBU PADA ANAK USIA DINI Mahasiswa PBSI A, Khusnul Kotimah Dosen Agoes Hendriyanto,M.Pd STKIP PGRI PACITAN
PERANAN BAHASA IBU PADA ANAK USIA
DINI
Mahasiswa PBSI A, Khusnul Kotimah
Dosen Agoes Hendriyanto,M.Pd
STKIP PGRI PACITAN
ABSTRACT
Mother tongue is the first language of human
controlled from birth through interactions with fellow members of the language
community, such as family and community environment. So that parents play an
important role in the child's first language acquisition process.
This will certainly have an impact on children's
development in a second language permerolehan children. So the role of the
mother tongue of the early childhood education aadalah as follows: (1) Native
language is a means of expression and communication for the child, (2) Native
easy dipelari by children, (3) a source of knowledge mother tongue of the
child, (4) mother tongue is a strong defense against the erosion of local
language usage that occurred in the era of globalization, (5) the mother tongue
as the language of instruction at the beginning level of the school.
ABSTRAK
Bahasa ibu merupakan bahasa pertama
yang dikuasai manusia sejak lahir melalui interaksi dengan sesama anggota
masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungannya.
Sehingga orang tua berperan penting dalam proses
pemerolehan bahasa pertama anak. Hal ini
tentunya akan berdampak terhadap perkembangan anak dalam permerolehan bahasa
kedua anak. Sehingga peranan bahasa ibu terhadap pendidikan anak usia dini
aadalah sebagai berikut: (1) Bahasa ibu merupakan alat ekspresi dan komunikasi
bagi anak; (2) Bahasa ibu mudah dipelari oleh anak; (3) Bahasa ibu merupakan
sumber pengetahuan bagi anak; (4) Bahasa ibu merupakan pertahanan yang kuat
untuk melawan tergerusnya pemakaian bahasa daerah yang terjadi di era
globalisasi; (5) Bahasa ibu sebagai bahasa pengantar pada tingkat permulaan
sekolah.
PENDAHULUAN
Bahasa tak terlepas dari hakikat
keberadaan manusia karena itulah yang menjadi alat komunikasi antar manusia.
Bahasa dikatakan menjadi keunikan yang mencirikan manusia dan membedakannya
dengan makhluk hidup lainnya. Pernyataan ini tidak berarti bahwa hanya manusia
yang memiliki alat komunikasi. Binatang dapat berkomunkasi
dengan bahasa isyarat, begitu juga penderita tuli dan bisu juga menggunakan
bahasa isyarat. Bahasa bukanlah berwujud
kata-kata yang dihasilkan oleh alat ucap manuisa yang menghasilkan bunyi dan
suara tetapi segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan
sesama manusia. Manusia dengan akal pikirannya mampu untuk mengembangkan bahasa
yang dimilikinya yang dimulai dari jaman pra-sejarah sampai jaman sekarang.
Menurut pendapat Chomsky, manusia sejak lahir akan
mempelajari bahasa dengan sendirinya, meski serumit apapun bahasa anak akan
memperoleh bahasa
dari orang tuanya dan lingkungan sekitarnya.
Anak-anak yang usianya dibawah 4 tahun akan dengan mudah untuk
mempelajari bahasa yang dipelajari dan dipergunakan oleh orang tuanya yang
disebut dengan bahasa ibu. Untuk itu
dalam artikel ini kami mengambil judul Peranan Bahasa Ibu Pada
Anak Usia Dini.
Proses pemerolehan ini berlangsung secara alami, tidak
dengan cara menghapalkan kosakata, aturan-aturan gramatika, dan aplikasi secara
sosial. Kamus bahasa dalam otak anak tersusun secara otomatis tanpa teori,
sedangkan kemampuan gramatika anak terasah dari pemerolehan yang disimaknya.
Berdasarkan latar belakang diatas
maka dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana Peranan Bahasa Ibu Pada Anak Usia Dini?
PEMBAHASAN
Bahasa Ibu
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, bahasa ibu merupakan bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak
lahir melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti
keluarga dan masyarakat lingkungannya. Orang tua dan lingkungan mempunyai andil
besar terhadap pemerolehan bahasa yang akan dipejarinya di lembaga formal.
Dijelaskan dalam aliran behavioristik Tolla dalam Indrawati dan Oktarina
(2005:24) bahwa proses penguasaan bahasa pertama dikendalikan dari luar, yaitu
oleh rangsangan yang disodorkan melalui lingkungan. Berdasarkan teori di atas
dapat diuraikan bahwa anak yang dilahirkan dari rahim seorang ibu pasti
mempunyai bahasa yang diwariskan oleh ibunya.
Dalam hal ini keluarga (ayah, ibu,
kakak, nenek , kakek) atau orang-orang dewasa yang terdapat disekitar anak
merupakan sosok/model yang paling dekat dengan anak usia dini yang mana
merupakan suatu panutan bagi anak. Selain itu, anak usia dini memiliki
karakteristik imitasi/meniru. Anak usia dini selalu meniru kegiatan-kegiatan
orang dewasa/keluarganya baik itu tingkah laku yang dilakukan keluarganya
maupun bahasa yang diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pemerolehan bahasa pertama terjadi apabila
seorang anak yang semula tanpa bahasa kini ia memperoleh bahasa berdasarkan
teori (Tarigan dalam Safarina dan Indrawati, 2006:157).
Bahasa daerah merupakan bahasa
pertama yang dikenal anak sebagai bahasa pengantar dalam keluarga atau sering
disebut sebagai bahasa ibu. Bahasa ibu yang digunakan setiap saat sering kali
terbawa ke situasi formal atau resmi yang seharusnya menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua memegang
peranan penting dalam pemerolehan bahasa pertama anak. Oleh karena itu, sebagai
orang tua atau pun pendidik anak usia dini seharusnya menstimulasi perkembangan
berbahasa anak secara optimal melalui kegiatan-kegiatan yang secara langsung
maupun tidak langsung dalam kehidupan sehari-hari.
1. Ragam Bahasa
Ibu
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang luas. “Dari sabang
sampai merauke, berjajar pulau-pulau”. Begitulah sedikit kutipan lagu
nasional yang sering dinyanyikan pada saat duduk di bangku Sekolah Dasar. Dari
cuplikan lagu tersebut, dapat disimpulkan bahwa Bangsa Indonesia merupakan
bangsa yang kaya. Tidak hanya kaya akan sumber daya alam yang melimpah ruah
namu juga kaya akan budaya-budaya yang sangat unik dan beragam. Baik dari segi
adat istiadat, bahasa, maupun ragam dialek pun mempengaruhi keanekaragaman
bahasa ibu di Indonesia.
Pada 2008 jumlah bahasa di dunia
6.912. Dari sejumlah itu, Indonesia menduduki peringkat kedua (741 bahasa)
setelah Papua New Guinea (820 bahasa). Sebagian besar dari 741 bahasa itu
adalah bahasa daerah dan yang paling banyak penuturnya adalah bahasa Jawa.
Dalam Summer Institute of Linguistics 2006 disebutkan tentang peringkat
bahasa dengan jumlah penutur terbanyak di Indonesia. Peringkat tersebut
menunjukkan bahasa Jawa 75,6 juta penutur, bahasa Sunda 27 juta penutur, bahasa
Indonesia 17,1 juta penutur (140 juta penutur sebagai bahasa kedua), bahasa
Madura 13,7 juta penutur, bahasa Minangkabau 6,5 juta penutur, bahasa Batak 6,2
juta penutur, bahasa Bali 3,8 juta penutur, bahasa Bugis kurang dari 4 juta
penutur, bahasa Aceh 3 juta penutur, bahasa Betawi/Kreol 2,7 juta penutur,
bahasa Sasak 2,1 juta penutur, bahasa Makassar 2 juta penutur, bahasa Lampung
kurang dari 1,5 juta penutur dan bahasa Rejang kurang dari 1 juta penutur.
Adanya berbagai macam dan ragam
bahasa menimbulkan masalah, bagaimana kita menggunakan bahasa itu di dalam
masyarakat (Chaer, 1994:63). Setiap daerah mempunyai ragam bahasa yang
berbeda-beda daripada menimbulkan masalah karena kita tidak tau bahasa tersebut
dengan lebih sopan kita lebih baek menggunakan bahasa Indonesia. Dialek atau
pelafalan bahasa daerah dan ragam bahasa dalam tatanannya sebagai bahasa lisan
memiliki dampak terhadap pelafalan bahasa Indonesia yang baik dan benar
meskipun dari segi makna masih dapat diterima. Pelafalan yang nyata sering
terdengar dalam tuturan resmi berasal dari berbagai dialek bahasa di nusantara
yaitu Jawa, Batak, Sunda, Bali, Minangkabau. Dialek-dialek tersebut akan lebih
baik bila sekecil mungkin dihilangkan apalagi bila dialek itu diselingi dengan
bahasa daerah dari bahasa ibu petuturnya sehingga tidak menimbulkan
permasalahan khususnya salah penafsiran bahasa karena terdapat bahasa daerah
yang mempunyai ucapan atau pelafalan sama namun memiliki makna yang berbeda.
Contoh:
- suwek dalam bahasa Sekayu (Sumsel) bermakna tidak ada
- suwek dalam bahasa Jawa bermakna sobek
- kenek dalam bahasa Batak bermakna kernet (pembantu sopir)
- kenek dalam bahasa Jawa bermakna kena
- abang dalam bahasa Batak dan Jakarta bermakna kakak
- abang dalam bahasa Jawa bermakna merah
2. Tahapan-tahapan Pemerolehan Bahasa
Ibu
Perihal
pemerolehan bahasa dan seluk beluknya menjadi tema kajian Psikolinguistik yang
merupakan studi psikologi bahasa yang mengulas proses mental yang terjadi pada
penggunaan dan pemerolehan bahasa. Studi ini terkait dengan disiplin ilmu
lainnya, misalnya: linguistik, yang mengkaji struktur dan perubahan bahasa;
neurolinguistik, yang mempelajari hubungan antara otak dan bahasa; serta
sosiolinguistik, yang membahas tentang hubungan antara bahasa dan perilaku
sosial (Field, 2003:40).
Pemerolehan
bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak
kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Perlu
untuk diketahui adalah seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahas
dalam otaknya dan lengkap dengan semua kaidahnya. Bahasa diperolehnya dalam
beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari
bahasa orang dewasa. Menurut para ahli, tahap-tahap ini sedikit banyaknya ada ciri
kesemestaan dalam berbagai bahasa di dunia.
a.
Vokalisasi Bunyi
Pada umur sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan
bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan, rengekan, dekur. Bunyi yang dikeluarkan oleh
bayi mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Akan tetapi, bunyi-bunyi ini belum
dapat dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas, sehingga
sebagian ahli menyebutnya bunyi-bunyi prabahasa/dekur/vokalisasi bahasa/tahap cooing.
Setelah tahap vokalisasi, bayi mulai mengoceh (babling).
Celoteh merupakan ujaran yang memiliki suku kata tunggal seperti mu
dan da. Adapun umur si bayi mengoceh tak dapat ditentukan dengan pasti.
Mar’at (2005:43) menyebutkan bahwa tahap ocehan ini terjadi pada usia antara 5
dan 6 bulan. Maka sebagai orang tua kita harus benar-benar memeerhatikan setiap
ocehan si anak apakah ada kata-kata yang tidak baik untuk anak seusianya.
Dardjowidjojo (2005: 244) menyebutkan bahwa tahap celoteh terjadi sekitar umur
6 bulan. Tidak hanya itu. ada juga sebagian ahli menyebutkan bahwa celoteh
terjadi pada umur 8 sampai dengan 10 bulan. Perbedaan pendapat seperti ini
dapat saja. Yang perlu diingat bahwa kemampuan anak berceloteh tergantung pada
perkembangan neurologi seorang anak.
b.
Tahap Satu-Kata atau Holofrastis
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12
dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak
untuk mengacu pada benda-benda yang dijumpai sehari-hari. Pada tahap ini pula
seorang anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang
sama. pada usia ini pula, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan
dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama. Itulah sebabnya
tahap ini disebut tahap satu kata satu frase atau kalimat, yang berarti
bahwa satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap,
misalnya “mam” (Saya minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di sini), “Ma” (Saya
mau mama ada di sini).
Menurut pendapat beberapa peneliti bahasa anak,
kata-kata dalam tahap ini mempunyai tiga fungsi, yaitu kata-kata itu
dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri atau suatu keinginan untuk suatu
perilaku, untuk mengungkapkan suatu perasaan, untuk memberi nama kepada suatu
benda. Dalam bentuknya, kata-kata yang diucapkan itu terdiri dari
konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan seperti m,p,s,k dan vokal-vokal
seperti a,i,u,e.
c.
Tahap Dua-Kata, Satu Frase
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18-20 bulan.
Ujaran-ujaran yang terdiri atas dua kata mulai muncul seperti mama mam
dan papa ikut. Kalau pada tahap holofrastis ujaran yang diucapkan si
anak belum tentu dapat ditentukan makna, pada tahap dua kata ini, ujaran si
anak harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya. Pada tahap ini pula anak sudah
mulai berpikir secara “subjek + predikat” meskipun hubungan-hubungan seperti
infleksi, kata ganti orang dan jamak belum dapat digunakan. Dalam pikiran anak
itu, subjek + predikat dapat terdiri atas kata benda + kata benda, seperti “Ani
mainan” yang berarti “Ani sedang bermain dengan mainan” atau kata sifat + kata
benda, seperti “kotor patu” yang artinya “Sepatu ini kotor” dan sebagainya.
d.
Ujaran Telegrafis
Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan
ujaran kata-ganda (multiple-word utterances) atau disebut juga ujaran
telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk kalimat dan mengurutkan
bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai
beratus-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa
orang dewasa.
4. Teori dan Konsep Pemerolehan
Bahasa Ibu
Adapun teori yang melandasi pemerolehan bahasa ibu
pada anak usia dini. Melalui teori-teori ini, kita juga dapat mengembangkan
suatu kegiatan atau permainan yang dapat menstimulasi perkembangan bahasa pada
anak usia dini. Teori-teori ini adalah sebagai berikut:
a.
Teori
behaviorist
Teori ini dikemukakan oleh Skinner, mendefinisikan
bahwa pembelajaran dipengaruhi oleh perilaku yang dibentuk oleh lingkungan
eksternalnya, artinya pengetahuan merupakan hasil dari interaksi dengan
lingkungannya melalui pengkondisian stimulus yang menimbulkan respon. Perubahan
lingkungan pembelajaran dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku anak
secara bertahap. Perilaku positif jika diperkuat cenderung untuk diulangi lagi
karena pemberian penguatan secara berkala dan disesuaikan dengan kemampuan anak
akan efektif untuk membentuk perilaku anak. Latihan yang diberikan kepada anak
harus dalam bentuk pertanyaan (stimulus) dan jawaban (respon) yang dikenalkan
anak melalui tahapan-tahapan, mulai dari yang sederhana sampai pada yang lebih
rumit contoh: sistem pembelajaran drilling. Anak akan memberikan respon pada
setiap pembelajaran dan dapat segera memberikan balikan. Di sini Pendidik perlu
memberikan penguatan terhadap hasil kerja anak yang baik dengan pujian atau
hadiah.
2. Teori Nativist
Teori ini dikemukakan oleh Chomsky,
mengutarakan bahwa bahasa sudah ada di dalam diri anak. Pada saat seorang anak
lahir, dia telah memiliki seperangkan kemampuan berbahasa yang disebut ‘Tata
Bahasa Umum” atau ‘Universal Grammar’. Meskipun pengetahuan yang ada di
dalam diri anak tidak mendapatkan banyak rangsangan, anak akan tetap dapat
mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru bahasa yang dia dengarkan, tapi ia
juga mampu menarik kesimpulan dari pola yang ada, hal ini karena anak memiliki
sistem bahasa yang disebut Perangkat Penguasaan Bahasa (Language Acquisition
Devise/LAD).
Teori ini berpengaruh pada pembelajaran bahasa dimana
anak perlu mendapatkan model pembelajaran bahasa sejak dini. Anak akan belajar
bahasa dengan cepat sebelum usia 10 tahun apalagi menyangkut bahasa kedua (second
language). Lebih dari usia 10 tahun, anak akan kesulitan dalam mempelajari
bahasa.
3. Teori
Constructive
Teori ini dipopulerkan oleh Piaget,
Vigotsky dan Gardner, menyatakan bahwa perkembangan kognisi dan bahasa dibentuk
dari interaksi dengan orang lain sehingga pengetahuan, nilai dan sikap anak
akan berkembang. Anak memiliki perkembangan kognisi yang terbatas pada
usia-usia tertentu, tetapi melalui interaksi sosial anak akan mengalami
peningkatan kemampuan berpikir.
Pengaruhnya dalam pembelajaran bahasa adalah anak akan
dapat belajar dengan optimal jika diberikan kegiatan sementara anak melakukan
kegiatan perlu didorong untuk sering berkomunikasi. Adanya anak yang lebih tua
usianya atau orang dewasa yang mendampingi pembelajaran dan mengajak
bercakap-cakap akan menolong anak menggunakan kemampuan berbahasa yang lebih
tinggi atau melejitkan potensi kecerdasan bahasa yang sudah dimiliki anak. Oleh
karena itu pendidik perlu menggunakan metode yang interaktif, menantang anak
untuk meningkatkan pembelajaran dan menggunakan bahasa yang berkualitas.
5. Dampak
Bahasa Ibu Terhadap Pemerolehan Bahasa Kedua
Pemerolehan bahasa pertama sudah
barang tentu mempunyai dampak terhadapi anak untuk mendapatkan bahasa kedua
yaitu misalnya bahasa Indonesia yang baik dan benar. Awal dari pemerolehan
bahasa tersebut dimulai sejak masa kanak-kanak menguasai bahasa pertamanya.
Dimana sejak kanak-kanak memperoleh pengetahuan baru mengenai bahasa keduanya.
Merupakan sebuah proses pemahaman yang membantu seorang kanak-kanak untuk dapat
mengerti bahasa keduanya.
Bahasa pertama merupakan bahasa ibu,
bahasa yang dipelajari oleh seseorang di masa kanak-kanak pada awal pemerolehan
bahasa. Oleh karena itu pada umumnya bahasa pertama merupakan bahasa daerah.
Beragam bahasa yang ada di Indonesia yang pada umumnya menjadi bahasa pertama
seseorang. Bangsa Indonesia memiliki latar belakang budaya, suku dan kebiasaan
tertentu dimasyarakat. Hal ini cenderung mempengaruhi bahasa seseorang,
misalnya penggunaan dialek bahasa-bahasa daerah di Indonesia yang memang
bervariasi. Belum lagi adanya persamaan makna atau penafsiran tertentu di suatu
daerah satu dengan daerah lainnya. Selain itu berbeda dengan pasangan orang tua
yang berasal dari daerah yang berbeda dengan bahasa yang berbeda pula dan
lingkungan yang berbeda dengan kedua bahasa orang tuanya maka anak akan
memperolah bahasa yang beraneka ragam ketika bahasa Indonesia diperolehnya di
sekolah akan menjadi masukan baru yang berbeda pula. Hal ini pula mempengaruhi
pada pembelajaran bahasa kedua seseorang.
Pemerolehan bahasa kedua dilakukan
dengan proses, dibutuhkan perkembangan kanak-kanak tersebut sehingga
benar-benar fasih menggunakan bahasa keduanya. Kefasihan seorang anak
untuk menggunakan dua bahasa sangat tergantung adanya kesempatan untuk
menggunakan kedua bahasa itu. Jika kesempatan banyak maka kefasihan
berbahasanya semakin baik (Chaer, 1994:66). Semakin sering pengunaan dan
pemakaian bahasa kedua, baik secara formal maupun informal maka hal ini akan
membantu pada proses pemahaman dan kefasihan pemakaian bahasa keduanya.
Misalnya pada hipotesis variasi individual penggunaan monitor yakni seseorang
yang menggunakan bahasa tanpa memonitor pemakaian bahasanya akan lebih cepat
dalam belajar bahasa (Chaer, 2003:250). Hal ini seseorang terus menerus
menggunakan bahasa tanpa aturan, namun jumlah pemakaian bahasa itu yang
dilakukan terus-menerus sehingga proses pemerolehan bahasa akan lebih cepat.
6. Peran Bahasa Ibu Untuk Anak Usia Dini
Peran bahasa ibu sangat penting
dalam pendidikan anak. Bahkan bisa dikatakan sebagai peran kunci. Ali (1995:77)
mengatakan bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak awal
hidupnya melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti
keluarga dan masyarakat lingkungan. Dan bahkan sejak dalam kandungan anak sudah
membawa beberapa bahasa. Hal ini menunjukkan bahasa pertama (B1) merupakan
suatu proses awal yang diperoleh anak dalam mengenal bunyi dan lambang yang
disebut bahasa.
Berikut adalah peranan bahasa ibu terhadap PAUD:
b.
Bahasa ibu merupakan alat ekspresi
dan komunikasi bagi anak.
Dengan menggunakan bahasa ibu, anak-anak dapat
menyampaikan ide ataupun maksud keinginan anak kepada orang terdekatnya.
Khususnya bagi anak, bahasa ibu merupakan alat ekspresi dan komunikasi bagi
anak dengan anggota keluarga dimana anak tersebut tinggal. Contohnya:
Ketika anak menangis dan tidak bisa diam. Dia menginginkan mainan mobil-mobilan
tersebut. Namun keinginannya itu tidak dipenuhi oleh ibunya.
Anak: emoohh,
aku njaluk mobil-mobilan kui (sambil menangis) (gak mau, aku mau
mobil-mobilan itu)
Ibu: es
krim iki ae le…(sambil menunjukkan es krim kepada anaknya) (es krim ini aja
nak…)
Dari
percakapan di atas menunjukkan
bahwa bahasa ibu digunakan anak sebagai alat komunikasi dengan anggota
keluarga. Oleh sebab itu, bahasa ibu sangat penting dalam pendidikan anak usia
dini.
c. Bahasa ibu
mudah dipelari oleh anak
Hal ini dimaksudkan bahwa bahasa ibu lebih mudah untuk
dipelajari oleh anak secara langsung dimana anak dapat mendengarnya dari
keluarga terdekat mereka sebagai alat komunikasi dalam kehidupan
sehari-hari. Sehingga sungguh pentingnya bahasa ibu dalam pendidikan anak usia
dini karena bahasa ibu mudah untuk dipelajarai anak.
d.
Bahasa ibu merupakan sumber
pengetahuan bagi anak
Anak usia dini bersifat imitatif (meniru). Dalam hal
ini anak tidak hanya meniru apa saja yang dilihatnya namun anak juga meniru apa
yang anak dengar, termasuk di dalamnya adalah bahasa. Bahasa disini adalah
bahasa ibu, dimana lingkungan terdekat anak adalah keluarga. Anak serta merta
akan meniru apapun yang ia tangkap di keluarga dan lingkungannya sebagai bahan
pengetahuannya yang baru terlepas apa yang didapatkannya itu baik atau tidak
baik. Citraan orang tua menjadi dasar pemahaman baru yang diperolehnya sebagai
khazanah pengetahuannya artinya apa saja yang dilakukan orang tuanya dianggap
baik menurutnya. Apapun bahasa yang diperoleh anak dari orang tua dan
lingkungannya tersimpan di benaknya sebagai konsep perolehan bahasa anak itu
sendiri.
Contoh:
Anak : buk,sms an ki pie? (melihat kakaknya
sedang sms temannya) Buk, sms itu bagaimana?
Ibu : sms kui nulis surat nganggo alat hp
(sambil menunjukkan cara sms)
Sms itu menulis surat memakai alat hp.
Sms itu menulis surat memakai alat hp.
Dari percakapan tersebut menunjukkan bahwa ketika anak
melihat atau mendengar sesuatu itu akan membentuk suatu pengetahuan yang dapat
dipelajari anak melalui bahasa ibu. Oleh sebab itu bahasa ibu sangat penting
dalam pendidikan anak usia dini.
e.
Bahasa ibu merupakan pertahanan yang
kuat untuk melawan tergerusnya pemakaian bahasa daerah yang terjadi di era
globalisasi.
Bahasa daerah berfungsi sebagai
bahasa komunikasi intra etnik. Jika fungsi ini dapat dipertahankan, maka bahasa
daerah pasti akan tetap eksis di tengah masyarakat dengan mewariskan bahasa
daerah dari generasi ke generasi dalam ranah tradisional lainnya.
f.
Bahasa ibu sebagai bahasa pengantar
pada tingkat permulaan sekolah
Dalam tingkat permulaan sekolah tentu anak-anak dapat
berkomunikasi dengan teman sebaya ataupun gurunya dengan menggunakan bahasa
ibu.
SIMPULAN
Bahasa ibu
merupakan bahasa pertama kali digunakan seorang anak sejak ia masih dalam rahim
yang telah diwariskan ibunya. Orang tua mempunyai anadil besar dalam
pertumbuhan kecakapan anak yang meperngaruhi suatu bahasa anak. Alangkah lebih
baiknya apabila seorang anak dikenalkan bahasa ibu sejak dini daripada bahasa
lainya karena bahasa ibu merupakan alat komunikasi sehari-hari dan sangat muda
dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: PT
Rineka Cipta. 1994.
___________ ,
Psikolinguistik. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2003.
Dardjowidjojo,
Soenjono. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor. 2005.
Field, John.
Psycholinguistics: a resource book for students. New
York: Routledge. 2003.
Indrawati,
Sri dan Santi Oktarina. “Pemerolehan Bahasa Anak TK: Sebuah Kajian Fungsi
Bahasa.” Lingua, 2005.
Kamus Besar
Bahasa Indonesia
Mar’at,
Samsunuwiyati. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Bandung: PT
Refika Aditama. 2005.
Safarina, D.
Sopah, dan Indrawati, S. “Analisis Kesalahan Berbahasa
Ragam Tulis Siswa Madrasah Ibtidaiyah
Negeri I Palembang.” Lingua, 2006.
Siti
Isnaniah. “Bahasa Ibu: Revitalisasi Bahasa Ibu”. Solopos Online. http://www.solopos.com/2012/02/21/bahasa-ibu-revitalisasi-
bahasa-ibu-164254 (diakses 03 Desember 2012).
Biografi
Khusnul Kotimah dilahirkan di
Kabupaten Trenggalek, tanggal 17 Juni 1994 dari pasangan Bapak Jumiran dan Ibu Misngatun.
Aku menamatkan pendidikan dasar sampai menegah di Kabupaten Trenggalek. Lulus
dari SMPN 1 PANGGUL aku meneruskan sekolah menengah atas/ SMAN PUNUNG. Setelah
lulus dari SMA aku meneruskan di STKIP PGRI PACITAN mengambil S-1 jurusan PBSI.
Komentar
Posting Komentar