PENGARUH BAHASA DALAM PERUBAHAN KEBUDAYAAN
PENGARUH
BAHASA DALAM PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Nama
: Pranandhita Sotya Sambayu
NIM : 1220717022
Kelas:
I/ II/ A
STKIP
PGRI PACITAN
ABSTRAK
Kebudayaan merupakan cara yang
digunakan manusia untuk mempertahankan kehidupan baik secara individual maupun
masyarakat. Oleh sebab itu, kebudayaan selalu mengalami perubahan yang
disebabkan oleh berbagai faktor, baik intern maupun ekstern.
Perubahan kebudayaan dapat terjadi
di setiap unsur. Salah satu unsur kebudayaan ialah bahasa. Ada ahli yang berpendapat
bahwa bahasa dipengaruhi oleh kebudayaan. Tetapi Sapir dan Whorf berpendapat
justru berkebalikan dari pendapat tersebut. Menurut mereka bahasalah yang
mempengaruhi kebudayaan. Bahasa menentukan cara pandang manusia terhadap dunia,
dengan kata lain pola pikir manusia terkungkung oleh bahasa. Sehingga perubahan
kebudayaan tergantung pada bahasa. Padahal secara logika, kebudayaanlah yang
mempengaruhi bahasa, misalnya, tidak akan ada kata “salju” jika salju itu
sendiri tidak pernah ada sebelumnya. Contoh lainnya yang sering dijumpai
masyarakat Indonesia saat ini, ialah nama goyangan para pedangdut. Istilah
“goyang ngebor” muncul setelah Inul Daratista menyanyi dengan bergoyang seperti
bor, goyang bebek, goyang gergaji, dan sebagainya.
Kata
Kunci: Bahasa, Pengaruh Bahasa, Perubahan Kebudayaan.
ABSTRACT
Culture is the humans method which used
to defend life both individually and in community. Therefore, culture always
changes caused by various factors, both internal and external.
Cultural change happen in any element.
One element of culture is language. Some of experts have arguement if language
is influenced by culture. But, Sapir and Whorf argued precisely the opposite of
that opinion. They are argumented if the language that affect the culture. Language
determines the human perspective of the world, in other words the human mind
trapped by language. So, the culture changes depended on the language. Though
in logic, culture is affect the language. For example, will not have the word
"snow" if the snow was never there before. Other examples of common
Indonesian society today, is the name of the pedangdut sway. The term
“goyang ngebor" appears after Inul sing with swaying like a drill, or goyang bebek, goyang gergaji and others.
Key
Words: Language, The Influence of Language, Culture Change.
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Manusia memiliki kelebihan dari
makhluk yang lain. Kelebihan tersebut berupa akal dan pikiran atau logika yang
menjadikan manusia terus berpikir dan berkembang. Tetapi perkembangan itu juga
selalu memunculkan kebutuhan dan keinginan manusia untuk memenuhi keinginan
tersebut. Selain memiliki logika manusia juga memiliki kemampuan berkomunikasi
yang berbeda dari makhluk lainnya dengan menciptakan simbol-simbol atau tanda.
Manusia dengan segala kelebihan dan
kekurangannya memiliki beberapa fungsi (Hendriyanto, 2012:2), yaitu: homo
socius (manusia hidup berdampingan dengan sesamanya dan makhluk yang lain),
homo languens (kemampuan untuk berbahasa), homo sapiens (memiliki
akal dan pikiran yang digunakan untuk membedakan baik dan buruk), homo faber
(kemampuan untuk membuat sesuatu), homo religius (kesadaran manusia akan
adanya kekuatan dan kekuasaan yang lebih besar dari tenaga maupun kemampuan
manusia), homo aestheticus (manusia mempunya rasa terhadap keindahan), homo
humani (manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan), dan homo
aeconomicus (kemampuan manusia untuk tetap bertahan dalam perkembangan
ekonomi yang semakin modern).
Berdasar fungsi-fungsi tersebutlah
maka manusia hidup berkelompok dalam suatu tempat yang kemudian disebut
bermasyarakat. Koentjaraningrat menyatakan bahwa masyarakat adalah
kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat
tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas
bersama. Sementara menurut Selo Soemardjan, masyarakat adalah
orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan.
Kebudayaan berarti segala sesuatu
yang dihasilkan oleh manusia, baik itu bersifat jasmaniah maupun rohaniah.
Kebudayaan menurut Prof. M. M. Djojodiguno adalah daya dari budi, yang berupa
cipta, rasa, dan karsa (dalam Widagdho, 2003: 20). Seperti yang diungkapkan
oleh Peursen (dalam Pamungkas, 2012:188) bahwa kebudayan bersifat dinamis.
Kebudayaan merupakan produk manusia sehingga selalu mengalami perubahan, sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan manusia.
Manusia dengan kemampuannya membuat
simbol-simbol, menciptakan bahasa sebagai alat berkomunikasi dan berinteraksi
dalam hidup bermasyarakat. Dapat dikatakan bahwa bahasa menjadi media perubahan
kebudayaan. Tetapi banyak fakta membuktikan bahwa kebudayaan yang mempengaruhi
perubahan budaya, bahasa alay misalnya. Harus diingat kembali bahwa bahasa
diciptakan manusia sebagai alat untuk mengungkapkan gagasan dan berinteraksi dengan
yang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Bahasa sengaja diciptakan untuk
memajukan peradaban manusia yang artinya bahasa yang berpengaruh pada perubahan
kebudayaan.
2.
RUMUSAN MASALAH
Berdasar pendahuluan yang telah
dipaparkan di atas, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah, sebagai
berikut:
1. Pada
hakikatnya apa yang dimaksud dengan bahasa?
2.
Apakah sebenarnya kebudayaan dan
perubahan kebudayaan itu?
3.
Adakah pengaruh bahasa terhadap
perubahan kebudayaan? Jika ada seperti apa pengaruhnya?
Bahasa
sebenarnya ialah sistem bunyi yang digunakan manusia sebagai alat untuk
berkomunikasi dalam masyarakat. kebudayaan merupakan tingkah laku manusia yang
didalamnya terdapat aturan atau tata cara hidup. Kebudayaan merupakan cara
manusia untuk bertahan hidup sehingga pasti mengalami perubahan. Perubahan
kebudayaan pun tak lepas dari bahasa. karena bahasa merupakaan alat komunikasi
yang sangat vital dalam kehidupan bermasyarakat.
KAJIAN TEORI
1.
Bahasa
Bahasa adalah sistem lambang bunyi
arbitrer yang digunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana dalam Siswanto, dkk,
2012:12).
2.
Perubahan Kebudayaan
Perubahan kebudayaan adalah suatu keadaan
dalam masyarakat yang terjadi karena ketidaksesuaian diantara unsur-unsur
kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai keadaan yang tidak serasi
fungsinya bagi kehidupan.
3.
Pengaruh Bahasa Terhadap Perubahan
Kebudayaan
Menurut Sapir dan Whorf, bahasa menentukan corak budaya penuturnya. Bahasa
juga mempengaruhi pandangan hidup manusia. Sehingga bahasa dapat memiliki peran
dalam perubahan kebudayaan.
PEMBAHASAN
1.
Hakikat Bahasa
Masyarakat awam sering menggunakan
kata “bahasa” dalam berbagai konteks. Sehingga makna yang dihasilkan pun
berbeda dari “bahasa” dalam suatu konteks dengan konteks yang lainnya. Hal
tersebut disebabkan oleh kurang pahamnya mereka mengenai hakikat bahasa.
Kridalaksana (dalam Siswanto, 2012:12) mendefinisikan bahasa sebagai sistem
lambang bunyi arbitrer yang digunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk
bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Profesor Anderson
(dalam Tarigan, 1981:9) mengemukakan 8 prinsip (linguistuk dasar) sebagai
berikut:
a.
Bahasa adalah suatu sistem.
b.
Bahasa adalah vokal.
c.
Bahasa tersusun dari lambang-lambang
manasuka (arbitrer).
d.
Setiap bahasa bersifat unik dan khas.
e.
Bahasa dibangun dari
kebiasaan-kebiasaan.
f.
Bahasa adalah alat komunikasi.
g.
Bahasa berhubungan dengan kebudayaan
tempatnya berada.
h.
Bahasa itu berubah-ubah.
Selain itu, M. Douglas Brown juga
merangkumkan batasan bahasa dari 6 buah sumber, sebagai berikut:
a.
Bahasa adalah sistem yang sistematis.
b.
Bahasa adalah seperangkat
lambang-lambang manasuka.
c.
Lambang-lambang tersebut terutama sekali
bersifat vokal, tetapi mungkin juga bersifat visual.
d.
Lambang-lambang itu mengandung makna
konvensional.
e.
Bahasa dipergunakan sebagai alat untuk
komunikasi.
f.
Bahasa beroperasi dalam suatu mayarakat
bahasa atau budaya.
g.
Bahasa pada hakikatnya bersiafat
kemanusiaan, walaupun mungkin tidak terbatas pada manusia.
h.
Bahasa diperoleh oleh semua bangsa/orang
dengan cara yang hampir/banyak bersamaan, bahasa dan belajar bahasa mempunyai
ciri-ciri kesemestaan.
Kedua
pendapat tersebut memiliki kesamaan antara lain bahwa bahasa merupakan produk
dari kebudayaan dan merupakan alat komunikasi. Bahasa sebagai produk kebudayaan
didapat melalui belajar.
Secara
garis besar, hakikat bahasa sebagai berikut:
a.
Sistematis dan sistemis, artinya bahasa
memiliki aturan atau pola tertentu dan susunan tersebut teratur.
b.
Simbol, artinya bahasa itu mengacu pada
suatu objek dan hubungan antara simbol dengan objek yang disimbolkan bersifat
manasuka.
c.
Vokal (ujaran atau bunyi), artinya wujud
utama bahasa adalah bunyi (fon) sedangkan bahasa tulis, hanya bermakna sebagai
pelestari ujaran.
d.
Bermakna, artinya bahasa memiliki makna
yang sifatnya manasuka seperti yang telah disepakati masyarakat pemakainya.
e.
Arbitrer atau manasuka, artinya dipilih
secara acak tanpa alasan sesuai dengan kesepakatan masyarakat pemakai
bahasanya, tidak ada hubungan logis antara kata sebagai simbol dengan yang
disimbolkan.
f.
Konvensional, artinya pemilihan bahasa
tergantung pada kesepatan masyarakat pemakainya. Misalnya dalam bahasa
Indonesia sebutan untuk kakak dari ibu adalah “paman”, sedangkan dalam bahasa
Jawa disebut “pak dhe”, dan sebagainya.
g.
Produktif, artinya dengan jumlah fonem
yang terbatas dapat diciptakan kata-kata yang banyak. Misalnya, fonem /a/, /i/,
/k/, dan /t/ dapat digunakan untuk membangun kata [kita], [kiat], [kait], dan
[ikat].
h.
Unik artinya setiap bahasa memiliki ciri
khas tersendiri. Bahasa yang satu berbeda dengan bahasa yang lain. Misalnya
dalam bahasa Medan ada opung, rancak bana tetapi kata itu tidak
terdapat dalam bahasa Jawa. Begitu pula dalam bahasa Medan tidak ada kata bu
lik, uti yang ada dalam
bahasa Jawa.
i.
Universal, artinya bahasa ada di setiap
belahan bumi ini, selama ada manusia di tempat tersebut.
j.
Dinamis, artinya bahasa itu
berubah-ubah, menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat pemakainya.
k.
Bervariasi, artinya bahasa memiliki
berbagai varias karena bahasa digunakan oleh kelompok manusia untuk
berkomunikasi, dan kelompok manusia itu banyak ragamnya, maka bahasa pun
memiliki berbagai ragam sesuai dengan pemakai dan pemakaiannya.
l.
Alat komunikasi, artinya bahasa
merupakan alat yang digunakan manusia untuk mengungkapkan, dan menerima
membalas pesan.
m.
Identifikasi, artinya bahasa digunakan
pemakainya untuk mengidentikasikan diri, sehingga bahasa merupakan cerminan
dari budaya yang melatarbelakangi pemakainya.
2.
Kebudayaan
Dipandang
dari aturan yang ada dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia kebudayaan
merupakan kata yang mendapat awalan ke- dan akhiran –an dan kata dasarnya
adalah budaya. Budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Tetapi
ada pula yang membedakan antara budaya dan kebudayan. Budaya dianggap sebagai
daya dari budi yang berupa cipta, rasa, dan karsa, sementara kebudayaan
merupakan hasil dari cipta, rasa, dan karsa tersebut.
Kebudayaan
secara etimologi berasal dari bahasa Latin, colere (dalam bahasa Belanda
berarti cultuur dan dalam bahasa Inggris berarti culture) yang
bermakna mengolah dan menyuburkan tanah atau bertani. Menurut Tylor (dalam
Widagdho, dkk, 2003:12) kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang mengandung
ilmu pengetahuan dan kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat.
Dawson mengatakan culture is common way (kebudayaan adalah cara hidup
bersama).
Prof.
Dr. Koentjaraningrat juga berpendapat bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan
kelakuan manusia dan hasil kelakuan yang diatur oleh tata kelakuan yang harus
didapatnya dengan belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
Sementara Prof. M. M. Djojodiguno mengatakan bahwa kebudayaan sama dengan
budaya yakni daya dari budi berupa cipta, rasa, dan karsa. Cipta ialah
kerinduan manusia untuk mengetahui segala sesuatu yang ada dalam pengalaman
lahir maupun batinnya dan hasilnya berupa ilmu pengetahuan. Karsa ialah
kerinduan manusia untuk meyakini segala hal yang berkaitan dengan kehidupannya,
hasilnya berupa norma-norma, kepercayaan dan agama. Rasa ialah kerinduan
manusia akan keindahan, hasilnya berupa berbagai norma keindahan yang kemudian
menciptakan macam-macam kesenian.
Koentjaraningrat
(dalam Pamungkas, 2012:189) menyebutkan tujuh unsur kebudayaan universal, yaitu
sistem religi dan upacara keagamaan, sistem kemasyarakatan atau organisasi
sosial, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup
atau sistem ekonomi, dan sistem peralatan hidup atau teknologi. Kebudayaan
sebagai produk dan segala sesuatu yang dilakukan manusia meliputi kebudayaan
material dan nonmaterial. Kebudayaan material bersifat jasmaniah meliputi
benda-benda ciptaan manusia, seperti alat-alat perlengkapan hidup dan
sebagainya. Sedangkan kebudayaan nonmaterial bersifat rohaniah meliputi semua
hal yang tidak dapat dilihat dan diraba, seperti bahasa, ilmu pengetahuan,
religi, dan sebagainya.
3.
Perubahan Kebudayaan
Perubahan
kebudayaan adalah suatu keadaan dalam masyarakat yang terjadi karena
ketidaksesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga
tercapai keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan. Perubahan
budaya juga bisa timbul karena adanya modernisasi. Modernisasi muncul sebagai
produk dari interaksi dan proses sosial di dalam masyarakat. Sebaliknya
modernisasi itu secara bertahap akan berangsur-angsur mengubah pola pikir dan
pola perilaku masyarakat guna terus menerus meningkatkan mutu kehidupan.
Pengaruh modernisasi terhadap masyarakat berlangsung melalui saluran-saluran
sosial dan akhirnya memasuki semua segi-segi kehidupan yang ada.
Perubahan
kebudayaan mencangkup semua unsurnya. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
perubahan kebudayaan, dibedakan menjadi faktor intern dan ekstern. Faktor
intern meliputi perubahan demografis yang terus berubah sehingga mengakibatkan
terjadinya perubahan diberbagai sektor kehidupan, konflik sosial, bencana alam,
dan perubahan lingkungan alam. Faktor ekstern meliputi perdagangan, penyebaran
agama, dan peperangan.
Perubahan
budaya juga memberikan pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh
positifnya antara lain: peningkatan penghasilan, peningkatan kelancaran perhubungan dan
transportasi, peningkatan
dalam bidang pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Pengaruh
negatifnya antara lain: pencemaran lingkungan alam, menurunkan solidaritas
sosial, pergeseran
nilai dan kemerosotan moral, meluasnya pandangan materialstis dan individualism.
4.
Bahasa dan Kebudayaan
Salah satu unsur kebudayaan ialah
bahasa, baik lisan maupun tulisan. Bahasa sengaja diciptakan manusia untuk
mempermudah berinteraksi dengan sesamanya dalam hidup bermasyarakat. Dapat
dikatakan bahasa adalah produk kebudayaan dan kebudayaanlah yang mempengaruhi
perkembangan bahasa.
Namun, ada pula ahli yang
berpendapat bahwa bahasalah yang mempengaruhi kebudayaan, seperti Benjamin Lee
Whorf dan gurunya, Edward Sapir. Edward Sapir (1884-1939) adalah seorang
linguis Amerika yang sangat memahami konsep-konsep linguistik Eropa sedangkan
Benjamin Lee Whorf (1897-1941) adalah muridnya.
Sapir berpendapat bahwa bahasa
mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap sekelilingnya. Begitu pula Whorf,
ia pun menyetujui pendapat gurunya tersebut. Menurut Whorf (dalam e-modul
IBD Gunadharma), manusia terkungkung oleh bahasa yang kemudian mempengaruhi
pandangan hidup mereka.
Teori mereka disebut teori
relativitas bahasa (relativas linguistic), tetapi lebih terkenal dengan
Hipotesis Sapir-Whorf. Mereka berdua sama-sama menyetujui bahwa bahasa
menentukan corak kebudayaan dan pandangan hidup penuturnya. Masyarakat dengan
bahasa yang berbeda, pandangan hidup serta budayanya pun akan berbeda. Jadi,
bahasa dapat menjadi cerminan kebudayaan dan pandangan hidup penuturnya. Suku
Jawa dengan suku Batak, misalnya. Kedua suku tersebut berbeda bahasa,
kebudayaannya pun berbeda.
Dalam bahasa Jawa terdapat
tingkatan (strata) bahasa, yakni bahasa ngoko, kromo, dan kromo
inggil. Bahasa Jawa ngoko sendiri masih dibedakan lagi menjadi ngoko
alus dan ngoko kasar.
Penggunaan strata bahasa tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi
ketika bahasa tersebut digunakan. Ngoko kasar biasanya digunakan oleh
masyarakat pasar. Ngoko alus biasanya digunakan oleh penutur yang sebaya
dalam situasi nonformal. Kromo inggil biasanya digunakan ketika lawan
bicara penutur lebih tinggi jabatannya atau lebih tua usianya. Strata bahasa
tersebut menjadikan orang-orang suku Jawa memiliki sopan-santun dan pandai
menempatkan diri sesuai dengan lingkungannya.
Sementara dalam bahasa Batak tidak
terdapat strata bahasa yang serumit bahasa Jawa. Intonasi mereka pun tidak
selemah lembut bahasa Jawa. Ketiadaan strata bahasa dan intonasi bahasanya
menjadikan mereka seolah tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Di
setiap tempat, situasi dan kondisi mereka selalu menggunakan bahasa yang sama,
dan nada suara mereka selalu keras.
Herman R. N. dalam tulisannya yang
berjudul “Bahasa Mempengaruhi Budaya? Tunggu Dulu!” juga memberikan gambaran
mengenai hipotesis Sapir-Whorf. Bahasa Indonesia tidak memiliki batasan waktu
sejelas bahasa Inggris. Dia memberi permisalan kata buy dan bought.
Buy digunakan untuk kegiatan yang sedang berlangsung, sedangkan bought
digunakan untuk kegiatan yang telah dilakukan dalam waktu lampau. Kedua kata
tersebut dalam bahasa Indonesia memiliki arti yang sama yakni membeli. Contoh
lainnya, dalam bahasa Indonesia terdapat kata nanti yang tidak memiliki batasan
waktu yang jelas. Sehingga Indonesia terkenal memiliki budaya “jam karet”.
Bahasa Indonesia juga tidak
mempunyai batasan yang jelas mengenai malam dan siang, lebih lagi Indonesia
memiliki 24 jam. Dalam bahasa Indonesia, juga terdapat waktu dini hari, pagi
hari, siang hari, sore hari, dan malam hari. Tetapi batasan waktunya tidak
sejelas dalam bahasa Inggris karena pembagian waktunya lebih bergantung pada
matahari dan bulan. Sementara dalam bahasa Inggris hanya terdapat a.m dan
p.m, dengan pembagian waktu 12 jam sehingga memiliki batasan waktu yang
jelas. Hal tersebut menjadikan mereka menghargai waktu, menurut mereka time
is money (waktu adalah uang). Mereka pun terbiasa untuk disiplin, sesuai
dengan jam, tidak seperti orang Indonesia yang terkenal dengan budaya jam
karetnya.
Sumarsono dan Paina Partana mengatakan
bahwa teori Sapir dan Whorf kurang lebih demikian: bahasa ibu (native
languange; mother tongue) seorang penutur membentuk kategori-kategori yang
bertindak sebagai sejenis jeruji (kisi-kisi). Melalui kisi-kisi itu si penutur
melihat “dunia luar” (dunia di luar dirinya). Karena “penglihatan” si penutur
terhalang oleh kisi-kisi, pandangannya ke dunia luar menjadi seolah-olah diatur
oleh kisi-kisi itu. Kisi-kisi itu memaksa si penutur menggolong-golongkan dan
membentuk konsep tentang berbagai gejala dalam dunia luar itu berdasarkan
bahasa ibunya. Dengan demikian maka bahasa ibu dapat mempengaruhi bahkan
mengendalikan pandangan penutur-penuturnya terhadap dunia luar.
Maqdum (dalam artikel
“Hipotesis Sapir – Whorf Dalam Bahasa Indonesia Dan Bahasa-Bahasa Di
Indonesia”) mengatakan bahwa Kang En menulis sebuah artikel
berjudul “Bahasa yang Merusak Mental Bangsa”. Di artikel tersebt ada tiga persoalan
dalam bahasa Indonesia yang dikemukakan oleh Kang-En, sebagai berikut:
a. Masalah Kata Sapaan
Kang En mengemukakan bahwa kata sapaan
dalam bahasa Indonesia (Bapak, Ibu, Saudara) meminjam kata dari perbendaharaan
hubungan kekerabatan/famili (bapak, ibu, saudara). Hal ini tampaknya ada suatu
dampak yang signifikan, yakni mengakibatkan masyarakat pemakaiannya memiliki
sifat familier dan nepotis.
b. Masalah Kala (tenses)
![](file:///C:\Users\ACER\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.png)
c. Masalah Salam (greeting)
Salam kita yang paling populer adalah Apa
kabar? Persoalannya ialah, samakah perilaku bangsa yang menggunakan salam Apa
kabar? dengan perilaku bangsa yang menggunakan salam How do you do! Dampak
pemakaian kata do tampaknya berbeda dengan pemakaian kata apa kabar.
Kata do memiliki sugesti untuk berbuat sesuatu, sedangkan apa kabar
memiliki sugesti untuk “memburu berita”. Bangsa yang menggunakan How do you
do! Sangat terbiasa bekerja, misalnya di dalam perjalanan dengan bus atau
kereta api selalu tidak luput dari aktivitas membaca buku. Sebaliknya bangsa
yang menggunakan salam Apa kabar! sangat umum dijumpai selalu ngobrol
di dalam perjalanan sejenis.
5.
Peran Bahasa dalam Perubahan
Kebudayaan
Telah dijelaskan bahwa perubahan kebudayaan adalah
suatu keadaan dalam masyarakat yang terjadi karena ketidaksesuaian diantara
unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai keadaan yang tidak
serasi fungsinya bagi kehidupan. Selain itu, perubahan kebudayaan juga bisa
timbul karena adanya modernisasi. Perubahan kebudayaan dapat terjadi di semua
unsur kebudayaan.
Jika ada satu unsur yang mengalami perubahan, maka
beberapa bahkan semua unsur yang lain akan turut mengalami perubahan. Bahasa
misalnya, sebagai unsur vital dalam kebudayaan dan masyarakat. Salah satu
hakikat bahasa ialah sebagai alat komunikasi.
William L. Rivers (2004: 33)
mengatakan bahwa karena manusia mampu menciptakan simbol-simbol, maka ia juga
mampu mengkomunikasikan suatu niat, makna, keinginan atau maksud yang kompleks,
dan karena itu pula manusia bisa mengubah bentuk kehidupan sosialnya. Artinya,
komunikasi merupakan pendorong proses sosial yang ditentukan oleh akumulasi,
pertukaran, dan penyebaran pengetahuan. Tanpa komunikasi, manusia akan tetap
pada pola hidup primitif tanpa organisasi sosial.
Bahasa merupakan
media terpenting dalam perubahan kebudayaan. Tidak dapat dipungkiri bahwa
bahasa tidak dapat dipisahkan dari manusia, masyarakat dan kebudayaan. Jika
tidak ada bahasa, maka tidak akan ada alat untuk mengungkapkan gagasan, tidak
akan ada ilmu pengetahuan yang berarti tidak ada sistem pengetahuan. Sedangkan
sistem pengetahuan merupakan unsur yang penting untuk mengembangkan unsur-unsur
kebudayaan yang lain.
Adanya perubahan pada sistem
peralatan hidup atau teknologi, jelas melibatkan bahasa. Tanpa bahasa, ilmuwan
tidak akan dapat mengenalkan penemuannya pada dunia. Tanpa bahasa, agama-agama
yang kini mewarnai kebudayaan masyarakat Indonesia mungkin tidak akan ada.
Agama Islam salah satunya.
Tanpa
bahasa maka manusia tidak akan menjadi beradab dan berbudaya. Manusia masih
akan seperti binatang, tidak berpakaian, bahkan saling membunuh sesamanya.
Bahasa juga mempengaruhi perubahan
kebudayaan melalui media massa. Bahasa yang pada hakikatnya adalah bunyi atau
vokal yang berarti bahasa lisan, membutuhkan bahasa tulisan. Bahasa tulisan
merupakan alat untuk menggambarkan arti di atas kertas atau media keras lain.
Selain itu bahasa tulis hanyalah sebagai pelestari ujaran (Hendriyanto,
2013:25).
Pada
zaman purbakala pasti belum ada media massa. Namun seiring waktu, bahasa
semakin berkembang disertai keinginan manusia untuk menyampaikan gagasan dan
mengungkapkan pemikirannya menciptakan media yang baru dalam kehidupan, yakni
media massa. Media massa menciptakan lapangan pekerjaan yang baru, seperti
editor, jurnalis, wartawan, dan sebagainya, artinya terjadi perubahaan
kebudayaan pada unsur sistem mata pencaharian hidup, juga teknologi seperti
mesin cetak, internet, komputer, dan sebagainya.
Perubahan
kebudayaan sendiri dapat terjadi pada bahasa, yang merupakan salah satu unsur
kebudayaan. Pemakaian bahasa tergantung pada pemakai dan pemakaiannya. Dalam
bahasa Indonesia saja,terdapat variasasi bahasa baru yang sering dikenal dengan
bahasa alay. Bahasa alay biasanya digunakan anak muda yang
mengaku “gaul”. bahasa alay biasanya menambahkan, mengurangi, atau
menggantikan bunyi, misalnya bcox (dibaca besok), cemungudz (dibaca
semangat). Penulisannya pun menggunakan sebagaian tanda baca atau angka untuk
menggantikan sebagian huruf, seperti 6!@s@ (dibaca biasa). Bahasa itu
pun menciptakan anak muda yang tingkah laku dan kebudayaannya nyeleneh.
Bahkan perilaku mereka seolah tidak laku memiliki sopan santun.
A.
SIMPULAN
Secara linguistik, bahasa adalah
sistem lambang bunyi arbitrer sebagai alat untuk berkomunikasi, berinteraksi
dan bekerja sama dalam masyarakat. Bahasa sebagai bagian dari kebudayaan
diperoleh dari belajar. Selain itu, bahasa di setiap masyarakat pemakainya
berbeda-beda, tergantung pada kesepakatan masing-masing masyarakat pemakainya.
Kebudayaan
adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia untuk
memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang di dalamnya terdapat
aturan-aturan dan susunan yang teratur. Kebudayaan universal terdiri dari tujuh
unsur, yakni sistem religi, sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial,
sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, dan sistem
peralatan hidup. Kebudayaan sebagai cara hidup manusia pasti mengalami
perubahan. Perubahan kebudayaan adalah suatu keadaan dalam
masyarakat yang terjadi karena ketidaksesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan
yang saling berbeda sehingga tercapai keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi
kehidupan. Perubahan
budaya juga bisa timbul karena adanya modernisasi yang muncul sebagai produk
dari interaksi dan proses sosial di dalam masyarakat. Sebaliknya modernisasi
itu secara bertahap akan berangsur-angsur mengubah pola pikir dan pola perilaku
masyarakat guna terus menerus meningkatkan mutu kehidupan.
Bahasa
merupakan unsur vital dalam kebudayaan dan perubahan kebudayaan. Tanpa bahasa
manusia tidak akan mampu bertahan hidup baik secara individu maupun
bermasyarakat. Mereka akan hidup seperti binatang yang tidak memiliki alat
komunikasi sebaik bahasa yang dimiliki manusia. Sapir-Whorf sepakat bahwa
bahasa menentukan pandangan hidup dan corak kebudayaan manusia. Itu artinya
bahasa jelas berpengaruh pada perubahan kebudayaan. Karena tanpa bahasa, tidak
akan ada perkembangan ilmu pengetahuan yang mendasari perkembangan unsur kebudayaan
lainnya. Perkembangan bahasa seperti bahasa alay dan bahasa singkatan
pada SMS dapat dikatakan perubahan kebudayaan karena bahasa merupakan salah
satu unsur kebudayaan.
DAFTAR PUSTAKA
Hendriyanto,
Agoes. 2012. Filsafat Ilmu. Surakarta: Cakrawala Media.
- - - - - - - -
- - . 2012. Filsafat Bahasa. Surakarta: Cakrawala Media.
Kushartanti,
dkk. 2009. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Maqdum,
Mutafis. 2013. “Hipotesis
Sapir – Whorf”. Dalam Bahasa Indonesia Dan Bahasa-Bahasa Di Indonesia.”
Dalam Error! Hyperlink reference not valid.. 7 Juli.
N.,
Herman R. 2013. “Bahasa Mempengaruhi Budaya? Tunggu Dulu!”. Dalam http://gemasastrin.wordpress.com/2009/06/14/bahasa-mempengaruhi-budaya-tunggu-dulu/.
7 Juli.
Rivers, William
L., dkk. 2004. Media Massa Dan Masyarakat Modern. Jakarta: Prenada
Media. ”. Dalam http://serbamakalah.blogspot.com/2013/02/
perubahan-budaya-dan-pola-pengembangan.html. 7 Juli.
Siswanto, dkk.
2012. Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta: Media Perkasa.
Pamungkas, Sri.
2012. Bahasa Indonesia Dalam Berbagai Perspektif – Dilengkapi Dengan Teori,
Aplikasi, Dan Analisis Penggunaan Bahasa Indonesia Saat Ini. Yogyakarta:
Andi.
Tarigan, Hery
Gumtur. 1981. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.
Universitas Gunadarma.
Tanpa Tahun. “Bab 8: Bahasa dalam Kebudayan dan Masyarakat”. Dalam http://elearning.gunadarma.ac.id/
docmodul/pengantar_linguistik_umum/bab8-bahasa dalam kebudayaan
dan_masyarakat.pdf.
7 Juli.
Widagdho, Djoko,
dkk. 2003. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Komentar
Posting Komentar