IMAJINASI DAN IMPIANKU
Pacitan, 13/11/2018
Mita Lestari
Sendiri atau menyendiri atau bahkan
sepi. Entah apakah itu yang setiap hari
selalu terngiang-ngiang dalam rasa , dalam hati , dalam jiwa , dalam fikir ,
bahkan dalam perasaan. Sendiri itu seperti sebuah ruang yang kosong yang tidak
ada penghuninya. Atau malah mungkin saja semesta kali ini , saat ini , detik
ini telah mengenalkanku dengan sebuah sepi.
Sendiri juga mengajarkan sebuah
keadaan dimana aku tidak sedang bersama orang lain. Tapi mungkin keadaan yang
memaksa untuk benar-benar merasakan sebuah sepi. Sendiri itu benar sepi ,
tetapi sendiri itu sebuah kiasan sepi yang jika dirasakan akan mendapat buih
ketenangan.
Aku sudah merasakan berkali-kali
menjelma sepi dan sendiri , tetapi pancaran yang muncul dari sebuah lukisan
wajah hanyalah senyuman. Saat aku sedang merasakan sebuah kesepian , semua
benak di dalam hati mengeluarkan banyak ulasan tentang imajinasi-imajinasi yang
terpendamkan. Atau mungkin aku sudah berteman baik dengan rasa sepi , tapi
entahlah.
Aku sering berdiam diri dan berfikir
sedemikian luas betapa rindunya aku untuk meninggalkan rasa sepi dan sendiri.
Tapi sampai saat ini tak kunjung aku temukan jawaban di sebuah benak hati. Aku lelah menjelma sepi
dan sendiri , yang aku dapat hanyalah kekosongan yang tak bertepi.
Betapa mirisnya hati yang sepi
sangatlah membuai sendu. Dalam setiap lamunan hati mengalir deras meronta-ronta
menginginkanku untuk pergi jauh meninggalkan sepi. Tapi sepi sudah melekat
memelukku erat hingga aku lupa cara
melepaskannya.
Jika saja ada sebuah jalan untuk
menjawab pertnyaan-pertanyaan hati , mungkin akau akan melangkahkan kakiku
secepatnya. Kadang aku bingung , apakah aku harus mengikuti kata hati yang
terus menerus jawabannya adalah kebimbangan belaka. Eratnya sepi masih saja mengahantui diri
untuk membuatku ragu untuk meninggalkan. Hati yang masih saja terombang-ambing
entah bagaimana caraku untuk menenenangkannya kini.
Hilangnya sepi mungkin hanyalah ilusi
yang terbentuk dari persepsi , ekspektasi yang terlampaui tinggi. Bagiku
semesta itu adil menitipkanku dalam sepi. Aku selalu percaya bahwa semesta itu
sangat dinamis.
Mungkin entah sampai berapa lama lagi
aku menjelma menjadi sepi sampai aku mampu beranjak melangkahkan kakiku sendiri
untuk mencari lika-liku jalan yang aku damba-dambakan dan aku inginkan menuju
jalanan yang penuh dengan sebuah pancaran kebahagiaan tanpa adanya sepi.
Komentar
Posting Komentar