SINGLE FIGHTER SEORANG MAMA


Pacitan, 13 Nopember 2018

Oleh.


Rahma Alit Nurbaiti 

Hujan dengan deras melanda sore ini, kehidupan komplek perumahan yang sepi ditinggal pemiliknya pergi mengejar dunia semata. Aku terduduk sepi diteras depan rumah kontrakanku, melihat air hujan yang jatuh diatas daun kemudian jatuh lagi ketanah membentuk cekungan-cekungan kecil. Ingin rasanya aku berlari keluar menari bersama hujan, bermain lumpur seperti saat masih kecil dulu berharap rasa sakit yang aku rasakan selama ini bisa terobati dengan menari  bersama rintikan air hujan.

Aku seorang wanita berumur 25 tahun bernama Melinda. Aku lahir dan besar dikota kecil bernama Pacitan. Diumurku yang masih terhitung muda tersebut aku bersetatus sebagai singelparent. Aku memiliki satu puteri kecil bernama Lina, ia baru berumur lima tahun, dan diusianya yang baru lima tahun tersebut ia harus berpisah dengan ayahnya karena suatu permasalahan orang ketiga, ia lebih memilih wanita lain dan pergi meninggalkan kami. Ia meninggalkanku di usia 24 tahun, dan rasa sakit yang masih membekas membuatku memutuskan untuk melanjutkan kehidupan baru di kota Solo, Jawa Tengah.


Aku bekerja disalah satu percetakan buku, dengan sangat mudahnya aku melamar di perusaan tersebut karena aku memiliki ijazah terakhir S1 Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia. Di perusahaan tersebut aku bertugas sebagai editing naskah sebelum proses percetakan dikerjakan. Aku tinggal dikomplek perumahan dekat dengan kantor, mungkin hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk sampai dikantor, itupun jika situasi jalan sedang ramai-ramainya. Meskipun dekat tetap jika aku pergi kekantor selalu naik mobil karena hanya itu kendaraan satu-satunya yang aku miliki. Di kontrakan aku hanya tinggal seorang diri karena putri kecilku Lina tinggal di kota kelahiranku bersama ibuku. Kontrakanku tidak terlalu besar, hanya cukup untuk ditinggali satu orang, meski kecil tapi tempat tinggalku tersebut dapat membuatku merasa nyaman. Ruang dalamnya lumayan lebar tetapi sekali membuka pintu langsung disambut oleh pemandangan ranjang tempat tidurku, TV, lemari pakaian, meja belajar, meja untuk menyimpan makanan yang semuanya tersusun rapi dilengkapi dengan pendingin ruangan. Jadi jika ada tamu datang mereka biasanya hanya duduk diteras rumah atau aku persilahkan duduk di ranjang tempat tidurku.

Aku memiliki satu hayalan dalam hidupku, hayalan yang dulu sempat nyata. Suatu pertanyaan besar, mengapa aku memilih Solo?, karena dulu sebelum aku bertemu dengan mantan suamiku aku berkenalan dengan seorang bernama Alfian, dia tinggal di kota wonogiri. Aku dan di menjadi jauh karena kesalahanku yang lebih memilih laki-laki itu daripada Alfian, dan dengan aku tinggal di Solo semoga suatu saat nanti aku dapat bertemu dengannya lagi untuk sekedar meminta maaf.

Pagi hari saatnya bersiap untuk bekerja, pekerjaan yang membutuhkan tenaga otak dan mata, lumayanlah gaji yang aku terima sebagai pemula cukup untuk menghidupi diriku sendiri dan Lina dikampung, untuk membayar sewa kontrakan dan sedikit menabung. Yang lebih spesialnya lagi aku menyukai pekerjaanku karena aku memiliki teman kerja yang supel dan perhatian seperti Abdul, ia berumur dua tahun lebih tua dariku dan ia berasal dari pulau Bali. Abdul bekerja dibagian cover dan memiliki pekerjaan sampingan sebagai penyanyi di caffee. Ia sangat baik dan konon kabarnya ia bercerita dengan temanku bahwa ia tertarik padaku tetapi aku masih belum percaya akan hal itu, mana mungkin lelaki semapan dia dapat tertarik denganku yang bersetatus sebagai singelparent.

Di hari-hari yang baru pekerjaanku semakin membuatku melupakan masa-masa kelamku dulu, dan kedekatanku dengan Abdul semakin hari rasanya semakin dekat saja. Ia mulai berani mengajakku untuk keluar sekedar istirahat makan siang bersama atau mengajakku untuk jalan-jalan dimalam hari. Dan disuatu siang Abdul datang keruanganku dengan tujuan mengajakku untuk melihatnya nyanyi di caffee nanti malam
“hai mel, kamu sibuk gak?’
“enggak kok kak, ada apa?”
“nanti malam kemana?”
“palingan ya cuma dirumah lihat sinetron” sambil sesekali aku mengeluarkan candaanku
“ihh kamu sinetron mulu yang dilihat, awas hidupmu kebanyakan drama nanti”
Aku hanya senyum-senyum sendiri tak tau mau menimpali perkataannya dengan jurus seperti apa
“nanti malam ikut aku yuk?”
“kemana?”
“lihat aku main di caffee, aku jemput deh. Gimana?”
“oke, nanti kabarin lagi ya”
Malamnya ia memang benar-benar menjemputku, ia datang pukul 18:30. Hingga mobil berjalan dengan pelannya. Aku suka saat bersama Abdul, ia sangat humoris dan terkesan dewasa. Aku dan dia sama-sama suka musik, setiap kali kita berbincang hampir tidak ada topik lain selain membicarakan tentang musik. Mobil melaju dengan pastinya hingga berhenti disalah satu caffee yang berada di pusat kota Solo. Saat ia menaiki panggung kecil yang dibuatkan khusus untuknya, aku hanya duduk sendiri ditemani dengan segelas minuman dingin dan kentang goreng hangat yang dipesankan Abdul untukku. Abdul mulai bernyanyi dengan suara merdunya, ia memiliki suara yang khas sehingga membuat banyak orang menyukai lagu-lagu yang dibawakannya. Mataku tertuju pada satu meja, meja yang tak jauh dari tempatku duduk. Aku melihat satu sosok laki-laki duduk termenung sendiri melihat kearah gelas yang berada didepannya dengan tatapan kosong. Aku seperti mengenalnya, bagiku laki-laki tersebut tak asing dihidupku. Dengan penasaran aku mencoba menghampirinya dengan membawa gelas berisi minumanku dan kentang goreng hangat. Aku duduk disampingnya, ia masih tak merespon. Saat aku mulai menyapa
“hai”
Ia menoleh kearahku, otakku berfikir sejenak. Dan saat aku mengetahui siapa dirinya aku sangat terkejut, hampir-hampir air mata yang berada dipojok mataku akan segera jatuh. Aku mengenalnya karena diam-diam aku melihat pembaruan setatus di berbagai media sosial miliknya. Ia adalah Alfian yang aku cari selama 8 tahun terakhir. Di tengah  ketidak sadaran yang terjadi, Alfian membuyarkan lamunanku dengan suaranya yang sedikit serak
“siapa?”
“aku Melinda Fian, Melinda Pacitan. Apa kabarmu?” dengan menjulurkan tanganku mengajaknya bersalaman
“kamu Melinda?. Kemana aja kamu selama ini mel, aku mencarimu”
“kenapa kamu mencari aku?”
“berikan alasanmu kenapa kamu meninggalkanku?” dengan nada mendesak ia bertanya
“tiga hari setelah aku berkenalan denganmu aku berkenalan dengan laki-laki lain Al, dan aku memutuskan untuk memilihnya dan meninggalkanmu hingga pada akhirnya aku menikah dengannya. Tetapi pada akhirnya dia menyakitiku dan meninggalkanku, aku telah bercerai dengannya. Sebenarnya dari dulu aku telah mencarimu, aku tau semua media sosialyang kamu miliki tapi ketidak beranianku untuk menghubungimu begitu besar. Aku tau kamu sudah menikah dengan perempuan bernama Wati” dengan air mata yang telah berjatuhan tak terkontrol aku memberhentikan pembicaraanku
“melinda, aku juga mencarimu. Hubunganku tak harmonis dengan wati. Dia selingkuh dengan laki-laki yang lebih mapan dariku. Aku mencarimu tapi aku tak tau alamat dan semua tentangmu. Aku mencarimu melinda” Alfianpun mulai meneteskan air mata
“aku minta maaf Alfian”
Setelah pembicaraan tersebut untuk menghargai perasaan Abdul aku segera meminta nomor telephone milik Alfian dan duduk biasa dengannya. Aku mengatakan bahwa hal ini kita bicarakan nanti saja.

Setelah Abdul selesai menyanyikan beberapa lagu dan mendapatkan honor dari apa yang dia lakukan tersebut Abdul mengajakku makan di sebuah pusat wisata kuliner yang ada dikota Solo. Disana ia bertanya tentang siapa sebenarnya Alfian. Aku hanya menjawab Alfian adalah temanku, kita sudah lama tidak berjumpa, dan Abdul seakan-akan percaya dengan ucapanku. Setelah kita selesai makan, waktu menunjukkan pukul 22:00, abdul mengajakku untuk pulang. Perjalanan ditempuh sekitar 15 menit. Sesampainya aku di depan rumah kontrakanku Abdul mengucapkan selamat malam untukku, dia berpesan agar aku segera tidur. Setelah itu mobil melaju dengan cepat meninggalkanku dan aku masuk kerumah. Sebelum naik keatas tempat tidur untuk melangsungkan mimpi aku pergi kekamar mandi terlebih dahulu untuk sekedar cuci muka dan gosok gigi. Setelah itu aku memastikan bahwa semua sudah terkunci secara sempurna, dengan keadaan yang lelah beraktifitas aku menaiki tempat tidur sambil melihat acara TV. Ditengah kesendirian ingatan tentang rasa sakit yang terjadi beberapa tahun kembali itu muncul lagi, teringat akan sedihnya dikhianati, sedihnya harus bertahan hidup dengan tumpuan kaki sendiri, bekerja banting tulang untuk mencukupi kehidupan Lina dengan layak. Semua rasa sakit itu masih tersimpan rapi didalam ingatan. Aku benar-benar hancur waktu itu.

Keadaan yang lelah tetapi mata masih belum bisa untuk terlelap membuatku sangat tersiksa. Aku berfikir andai aku memiliki teman pasti akan sangat menyenangkan di keadaan yang seperti ini. Dalam lamunanku tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk. Aku takut, tidak biasanya ada tamu yang datang ditengah malam seperti ini. Tiba-tiba ada suara orang memanggil
“mel, ini aku Alfian”
Aku tidak menyangka ia datang ke kontrakanku, sungguh bahagianya hatiku. Seketika aku berlonjak turun dari tempat tidur untuk membukakan pintu untuknya,
“hai” sapaku hangat “silakan masuk”
Kemudian dia masuk dengan langkah sedikit gontai dan raut wajah yang kusut. Ia duduk diatas tempat tidurku, aku mendekatinya dengan berkata pelan
“ada apa Alfian, kamu kenapa?”
“aku gapapa mel”
“kalau ada yang mau diceritakan silakan cerita, aku ada disini sebagai pendengarmu”
“tujuanku pergi ke Solo malam ini untuk mencari tau tentang Wati, aku dapat kabar dari teman bahwa wati berada disalah satu Hotel bintang 5. Selepas kamu pulang tadi aku juga pergi untuk membuntutinya, aku masuk kedalam hotel tersebut yang ternyata ada sebuah clubingnya, aku melihatnya bersama laki-laki selingkuhannya. Aku sakit mel, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku tidak tega untuk memberitahu hal ini kepada bunda. Aku bingung harus melakukan apa”


Air matanya tumpah dengan deras, aku berusaha menenangkannya dengan cara memelukknya. Tangisnya semakin menjadi dan yang harus aku lakukan adalah menenangkannya dan menjadi pendengar yang baik untuknya. Setelah keadaannya mulai membaik aku membuatkannya kopi untuknya. Aku mengolah pembicaraan kita menjadi menyenangkan dengan itu ia sedikit merasa tenang dan dapat tersenyum kembali. Tak terasa waktu menunjukkan pukul 03:00 dini hari, untungnya hari esok aku libur kerja. Aku mempersilahkannya untuk tidur di kontrakanku jika ia mau, karena aku takut jika ia tidur diluar tidak ada yang mengontrol emosinya lagi dan alhasil aku tidur seranjang berdua dengannya hingga pagi tiba.

Pagi aku terbangun pukul 07:00 dan melihat Alfian masih tertidur pulas disampingku. Aku melihatnya penuh rasa bangga karena laki-laki yang aku impi-impikan selama ini telah kembali, setidaknya dengan aku melihatnya saja dapat membuatku merasa senang. Sebagai seorang wanita sudah selayaknya jika pagi datang ia akan berkutat di dapur untuk membuat hidangan istimewa, begitupula denganku. Walaupun sekedar memasak sambal goreng kentang dicampur potongan bakso ayam dan ditemani dengan lauk ayam goreng mampu menggugah selera Alfian karena dengan kebisinganku didapur Alfian jadi terbangun dari tidurnya. Aku membuatkannya kopi panas yang aku taruh dimeja samping tempat tidur. Di dapur ia menyusulku untuk mengincip-incip masakanku, ia berkata “aku tak sabar untuk sarapan dipagi ini mel” dengan sedikit tersenyum. Masakan telah selesai dan kita memakannya bersama-sama dengan ditemani acara musik sabtu pagi di televisi swasta. Ternyata aku dan Alfian punya satu kesamaan, yaitu sama-sama menyukai jajan dan dia berjanji akan mengajakku berwisata kuliner di kota solo, ia tau banyak tentang jajanan tradisional dan pembicaraan kita menjadi seru karena aku memang memiliki keahlian membuat berbagai kue.

Sarapan telah usai, aku menyuruhnya untuk mandi sementara aku menjemur pakaian yang telah aku cuci di mesin cuci pagi tadi dan bersih-bersih rumah. Saat aku bersih-bersih pekarangan depan rumah aku melihat pak satpam berkeliling kompleks, aku dan satpam dikomplek ini lumayan akrab, mereka ada empat orang yang dibagi menjadi dua shift, masing-masing namanya pak Tono, pak Yusuf, pak Udin, dan pak Yanto. 

Yang berjaga pagi adalah pak Udin dan pak Yanto, mereka berdua menggodaku karena Tamuku yang semalam datang tidak kunjung pulang sampai pagi ini. Ia berkata bahwa
“tidak apa-apa nduk (dalam bahasa jawa nduk/genduk berarti panggilan untuk anak perempuan) disini tidak ada aturan tamu diharap lapor, karena kebanyakan yang pada tinggal disini itu bukan orang asli Solo dan banyak yang masih pekerja/pelajar, jadi banyak tamu yang keluar masuk bahkan menginap, kalau satu-satu rumah kami periksain ya capek kitanya. Jadinya pas pemeriksaan cukup pas digerbang masuk kompleks aja”
Ya untunglah pak-pak satpam yang jaga di komples rumahku baik-baik jadi si Alfian itu tidak kena tilang, heheheee.

Setelah mandi Alfian pamit pulang karena ia harus mengawasi pegawai-pegawainya bekerja, maklumlah ia pengusaha onderdil sepeda motor dan bengkel di dekat rumahnya, Pracimantoro. Ia juga berprofesi sebagai pebalap. Dari cerita ia sering pergi keluar kota untuk ikut lomba balap motor dan mungkin itu alasan Wati untuk berpaling ke pria lain karena ia merasa kesepian sering ditinggal sendiri. Setelah Alfian pulang kehidupanku sunyi sepi sendiri lagi, kegiatanku hanya nonton tv, duduk didepan mengundang oak satpam untuk sekedar ngobrol kalau tidak itu ya tidur. Dan hari itu aku iseng-iseng menulis cerpen lagi, karena aku memiliki blog cerita pribadi yang lumayan juga sudah mulai mendatangkan uang. Baru dapat setengah cerita Abdul datang menemui

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KUPU-KUPU KESEPIAN

KEMARAU MERANGGAS

ARTI SEBUAH PERSAHABATAN